Opini
Uang Panai dalam Bayang-Bayang Kapitalisme
Uang panai diyakini telah hadir sejak masa kejayaan kerajaan Gowa-Tallo, di mana uang panaI dijadikan sebagai tolak ukur prestise
Hal ini mencerminkan perubahan besar dengan cara pandang masyarakat terhadap pernikahan, yang kini lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor materialistik daripada nilai-nilai budaya atau emosional yang sebelumnya dominan.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat kapitalis, pernikahan bukan hanya soal membangun ikatan emosional antara dua individu.
Tetapi juga soal transaksi sosial yang mengedepankan kemampuan finansial, di mana uang panai’ berfungsi sebagai tolak ukur dari posisi sosial-ekonomi seseorang.
Ini menjadi semacam “kompetisi sosial” di antara keluarga pria, yang saling berlomba untuk memberikan jumlah uang panai’ yang lebih besar demi membuktikan keberhasilan ekonomi mereka.
Pergeseran ini juga mencerminkan komodifikasi tradisi, di mana uang panai’ yang semula dianggap sebagai bagian dari ritual budaya yang memiliki nilai sosial dan simbolik kini semakin diperlakukan sebagai objek yang dapat diperdagangkan.
Sebagai hasilnya, uang panai’ menjadi bentuk transaksi yang sangat bergantung pada daya beli dan status ekonomi keluarga.
Di sini, uang panai’ berubah menjadi semacam “harga” yang harus dibayar dalam hubungan pernikahan, yang pada akhirnya menegaskan bahwa hubungan sosial kini banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi.
Selain itu, kapitalisme juga membawa dampak pada peningkatan materialisme dan konsumerisme dalam pernikahan.
Dalam masyarakat yang semakin terfokus pada barang-barang mewah, status sosial, dan konsumsi, pernikahan kini sering kali dipandang sebagai ajang untuk menunjukkan keberhasilan finansial dan kekayaan.
Pernikahan yang mewah, dengan sederet barang-barang material yang menyertainya, menjadi bagian dari simbol prestise sosial.
Pergeseran ini menandakan bahwa nilai-nilai tradisional yang ada dalam masyarakat mulai bergeser, digantikan oleh prinsip-prinsip kapitalisme yang lebih materialistik dan berbasis pada konsumsi.
Ketimpangan sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh tradisi uang panai’ yang tinggi semakin memperburuk jurang pemisah antara keluarga kaya dan keluarga miskin.
Hal ini mencerminkan bagaimana kapitalisme, dengan sistem pasar bebasnya, telah meresap dalam tatanan budaya dan mempengaruhi keputusan pribadi yang seharusnya tidak terkait dengan materi.
Dengan demikian, kapitalisme tidak hanya mempengaruhi aspek ekonomi dalam pernikahan, tetapi juga mengubah esensi dari nilai-nilai tradisional yang selama ini ada.
Uang panai’ yang seharusnya menjadi lambang kehormatan dan ikatan sosial kini lebih dipandang sebagai komponen dalam perhitungan ekonomi yang pragmatis.
Hal ini menunjukkan perubahan nilai dalam pernikahan, serta menggambarkan dampak kapitalisme dalam mengubah pola pikir dan relasi sosial masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, jangan biarkan nilai budaya uang panai; digeser hanya karena faktor ekonomi dan komodifikasi, yang berujung terciptanya ketimpangan sosial dalam masyarakat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.