Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Melawan Politik Uang: Reformasi Kampanye dalam Revisi Regulasi Kepemiluan 

Reformasi kampanye menjadi salah satu isu krusial yang harus didorong dalam regulasi kepemiluan Indonesia.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Endang Sari Dosen Ilmu Politik Fisip Unhas 

Oleh: Endang Sari

Dosen Ilmu Politik FISIP Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Kemeriahan pilkada dan pemilu yang baru saja digelar tahun lalu masih menyisakan tuntutan transparansi serta akuntabilitas terhadap proses demokrasi yang kian menguat.

Reformasi kampanye menjadi salah satu isu krusial yang harus didorong dalam regulasi kepemiluan Indonesia.

Praktik kampanye yang ideal bukan hanya mencerminkan semangat demokrasi, tetapi juga harusnya menjamin kesetaraan dan keadilan bagi seluruh peserta pemilu.

Hambatan struktural dalam proses kampanye pemilihan umum di Indonesia selama ini sangat terasa ketika kandidat berlatar belakang finansial kuat dan kedekatan politk, mendominasi hampir seluruh saluran komunikasi publik.

Televisi nasional memuat iklan berbayar yang massif, baligho di pasang di titik-titik strategis ibukota provinsi hingga pelosok kabupaten, dan media digital dibanjiri konten berbayar yang menyingkirkan ruang bagi suara calon alternatif.

Sementara itu, partai-partai kecil, calon legislatif baru, dan kandidat independen terpaksa berjuan keras hanya untuk bisa tampil di layara atau papan iklan.

Ketika akses terhadap ruang publik menjadi komoditas berbayar, keragaman gagasan tereduksi menjadi pilihan antara “suara mayoritas” yang dibiayai dan sisanya yang terbatas.

Kondisi ini tidak hanya mempersempit pilihan politik pemilih, tetapi juga memperkuat polarisasi yang mengikis potensi dialog antara kelompok dengan visi berbeda.

Di tengah dominasi modal kampanye, politik uang tumbuh bak jamur di musim hujan.

Berbagai bentuk distribusi material mulai dari serangan fajar hingga pembagian sembako dan bantuan tunai, menjadi senjata efektif untuk menggoda keputusan pemilih.

Tidak jarang kelompok-kelompok massa “dikondisi” untuk memberi tekanan terorganisir pada basis konstituen tertentu.

Wacana reformasi pemilu kerap terhenti pada diskusi etik, tanpa memerhatikan akar masalah penegakan hukum yang rapuh.

Bukti transaksi politik uang sulit diakses karena transaksi kerap dilakukan tunai dan tertutup, sementara pelapor enggan bersuara karena takut intimidasi atau tidak percaya pada efektivitas mekanisme pengawasan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved