Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Uang Panai dalam Bayang-Bayang Kapitalisme

Uang panai diyakini telah hadir sejak masa kejayaan kerajaan Gowa-Tallo, di mana uang panaI dijadikan sebagai tolak ukur prestise

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Uang Panai dalam Bayang-Bayang Kapitalisme
IST
Nita Amriani, Mahasiswa Asal Jeneponto 

Namun, jika tidak sesuai dengan kemampuan laki-laki, maka jalan negoisasi pun ditempuh.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana jika proses negoisasi menemui ruang buntu?

Realitas yang terjadi di lapangan, jika nilai uang panai’ yang ditentukan oleh keluarga tidak terpenuhi, biasanya pernikahan akan dibatalkan.

Pada akhirnya “silariang” (kawin lari) biasanya menjadi solusi yang dilakukan oleh pasangan yang tidak direstui. Bahkan tidak
jarang dari mereka memutuskan untuk bunuh diri.

Kasus “silariang” dan “bunuh diri” tentu menjadi fenomena yang tidak diinginkan dan menjadi kasus yang ironis akibat prinsip yang mempertahankan “gengsi” keluarga.

Padahal, dalam konteks budaya dan kemanusiaan, nyawa ditempatkan pada posisi tertinggi dari pada materi.

Bagi penulis, uang panai’ memang simbol penghormatan terhadap perempuan, tapi penghormatan tersebut tidak ditentukan dari seberapa tinggi nilai uangnya, tetapi seberapa kuat komitmen kedua calon mempelai dalam menjalankan rumah tangga setelah pernikahan.

Uang Panai’ dalam Bayang-Bayang Kapitalisme

Karl Marx, dalam karya monumentalnya Das Kapital dan Manifesto Komunis (bersama Friedrich Engels), mengkritik kapitalisme sebagai sistem yang eksploitatif, di mana kelas pekerja (proletariat) dieksploitasi oleh kelas pemilik modal (borjuasi) yang berujung pada terbaginya kelas sosial seperti si miskin dan si kaya.

Dalam konteks kapitalisme, tradisi uang panai” dapat dianggap sebagai bagian dari struktur sosial yang memperkuat
ketimpangan kelas, jika perempuan dipandang sebagai komoditas yang diperdagangkan.

Praktik ini menambah tekanan ekonomi pada keluarga laki-laki, terutama jika nilai uang panai” yang tinggi dijadikan sebagai ukuran kesanggupan seseorang.

Sehingga hanya mereka yang memiliki kekayaan yang bisa memenuhinya. Kondisi ini secara tidak langsung akan memperburuk ketidaksetaraan sosial.

Peningkatan materialisme dan konsumerisme dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh kapitalisme tampak jelas dalam sistem kehidupan masyarakat, termasuk dalam praktik uang panai’.

Uang panai’ lambat laun bertransformasi menjadi komoditas yang tidak hanya memiliki nilai simbolik, tetapi juga nilai ekonomi yang semakin menguat.

Di bawah pengaruh kapitalisme yang menekankan pada pasar bebas dan akumulasi kekayaan, uang panai’ telah bergeser dari sekadar elemen budaya menjadi alat yang digunakan untuk menunjukkan status sosial dan prestise keluarga.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved