Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Uang Palsu di UIN

Kepala Perpus UIN Makassar Andi Ibrahim Gaji Rp3 Juta AA Buat Benang Uang Palsu

Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Wajo berhasil amankan pria berinisial AA (42) diduga salah satu pembuat uang palsu.

Penulis: M. Jabal Qubais | Editor: Muh Hasim Arfah
tribun timur/Jabal Qubais
Polres Wajo bersama Polres Gowa saat amankan AA (42) diduga salah satu sindikat pembuat uang palsu, Rabu (18/12/2024). Pelaku ditangkap di Kelurahan Anabanua, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo, pada Senin (16/12) sekitar pukul 16.30 WITA. 

"Barang bukti ada tapi mohon maaf itu saja yang bisa kami berikan informasi kita tunggu pres rilisnya saja," katanya.

DPR RI Desak Telusuri Aktor Intelektual

Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo, menduga ada sosok pemodal besar dibalik keberadaan mesin pencetak uang palsu di dalam Kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Samata, Kabupaten Gowa.

Dugaan legislator Nasdem ini, dikuatkan dengan barang bukti mesin berukuran besar yang disita Polres Gowa.

Menurutnya, untuk mengadakan mesin yang cukup canggih seperti itu, dibutuhkan modal yang tidak sedikit.

Tentu, pengadaannya pun kata dia, harus membutuhkan pemodal yang tidak sembarangan.

Olehnya itu, Rudianto Lallo pun meminta polisi agar tidak berhenti menyelidiki kasus itu hanya pada 15 orang pelaku yang telah ditangkap.

"Saksi-saksi kan sudah ditersangkakan 15 orang itu, kan bisa pengembangan disitu, digali keterangannya," ujar Rudianto Lallo saat ditemui di rumah aspirasi yang bakal diresmikan di Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (18/12/2024) sore.

"Siapa otaknya, siapa pemodalnya minimal. Ini kan pakai uang ini, alatnya canggih pasti mahal harganya, dan siapa bandarnya, kira-kira begitu," sambungnya.

Mantan Ketua DPRD Kota Makassar ini, mensinyalir, 15 tersangka yang diamankan polisi baru sebatas orang lapangan. Bukan aktor intelektual ataupun pemodal dari kejahatan tersebut.

"Siapa pemodalnya, ini yang harus diungkap, bukan pelaku lapangan saja. Kalau pelaku lapangan pasti ada yang nyuruh atau kepala perpustakaannya saja," ungkap Rudianto.

"Atau mungkin kepala perpustakaannya saja. Mungkin ada keterbatasan biaya, ongkos. Nah, ini yang biasa biayayi ini orang besar, ini yang harus diungkap," bebernya.

Selain itu, Rudianto juga menyoroti lambat kasusnya ini diungkapkan ke publik.

Menurutnya, kasus besar seperti ini, sejatinya harus diungkap ke publik secara cepat sebagai bukti transparansi kepolisian dalam menangani sebuah perkara.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau kemudian dalam proses tingkat penyelidikan dan penyidikannya terkesan lamban dan sebagainya, kita desak supaya Kapolres tidak bermain-main, penyidik tidak bermain-main," tegas Rudianto.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved