Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Andi Nurlela

Menakar Makna Keberagaman Menuju Kampus Inklusi

Inklusivitas bukan berarti membenarkan setiap hal, melainkan bagaimana cara menciptakan ruang dialog yang sehat di mana semua pihak dapat diskusikan

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Menakar Makna Keberagaman Menuju Kampus Inklusi
dok.tribun
Andi Nurlela, Dosen Departemen Sosiologi Fisip Universitas Hasanuddin

Emile Durkheim, sosiolog klasik, berpendapat bahwa masyarakat membutuhkan nilai-nilai kolektif yang menjadi perekat bagi keberlangsungannya. 

Dalam konteks pendidikan, keberagaman idealnya tidak hanya mencakup penerimaan terhadap perbedaan, tetapi juga pemeliharaan nilai-nilai fundamental yang menyatukan komunitas akademik. 

Jika kampus dituntut inklusif, konsep tersebut harus menekankan pada perbedaan yang tidak melanggar norma, nilai, dan adat yang sudah lama dipegang masyarakat sebagai panduan moral.

Dilema muncul ketika kebebasan individu berhadapan dengan batasan moral yang dianut mayoritas. 

Menurut Karl Marx, ketidakseimbangan kekuasaan antara kelompok mayoritas dan minoritas dalam masyarakat dapat menimbulkan gesekan. 

Dalam situasi ini, ketegangan antara nilai tradisional dan permintaan inklusivitas dari kelompok tertentu menantang institusi untuk menyeimbangkan prinsip keberagaman dan moralitas.

Belajar dari Pengalaman Kaum Nabi Luth 

Kisah kaum Nabi Luth dalam perspektif keagamaan, menjadi refleksi penting dalam memahami dampak degradasi moral dalam sebuah masyarakat. 

Kaum Luth tersebut digambarkan sebagai masyarakat yang menyimpang dari norma agama, melakukan perilaku yang bertentangan dengan ajaran Tuhan, hingga akhirnya mendapatkan hukuman sebagai akibat dari tindakan mereka. 

Kisah ini sering dirujuk sebagai pelajaran mengenai risiko hilangnya nilai-nilai moral dalam masyarakat yang seharusnya menjadi fondasi kehidupan bersama.

Bagi institusi pendidikan, kisah Kaum Luth juga menjadi pengingat untuk senantiasa menjaga moralitas di tengah keberagaman yang ada. 

Pendidikan tinggi tidak hanya memiliki fungsi mencerdaskan tetapi juga berperan dalam menjaga nilai-nilai sosial yang berlaku agar tidak terkikis oleh pengaruh yang merusak. 

Penyimpangan yang dibiarkan atas nama keberagaman tanpa mempertimbangkan norma yang berlaku dapat menciptakan ketidakseimbangan moral dalam masyarakat, sehingga berisiko mengancam harmoni sosial. 

Dalam konteks ini, keberagaman dan inklusivitas harus diupayakan selaras dengan norma dan etika yang dijunjung tinggi agar kampus tetap menjadi ruang pembelajaran yang positif dan konstruktif bagi semua pihak.

Tantangan Kampus Menuju Keberagaman dan Inklusivitas

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved