Opini
Pentingnya Popularitas, Akseptabilitas dan Elektabilitas Figur Menjelang Pilkada Serentak 2024
Bangsa ini akan mengadakan even politik lima tahunan sekali yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada pelbagai level.
Oleh: Muh Akmal
Ketua Umum DPP LSM Lembaga Investigasi Korupsi Indonesia (LIKINDO) dan Pemerhati Masalah Kepemiluan
TRIBUN-TIMUR.COM - Motto: “Kenali Diri Sendiri, Kenali Lawan, Kenali Wilayah, Maka Kemenangan Akan Sempurna”(Sun Tzu).
Jika tidak ada aral melintang, Rabu, 27 November 2024 secara serentak nasional, bangsa ini akan mengadakan even politik lima tahunan sekali yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada pelbagai level.
Baik itu Pemilihan Gubernur maupun Pemilihan Bupati dan Walikota yang akan menahkodai perjalanan lima tahun ke depan pada masing-masing daerah yang memilihnya.
Sementara dasar hukum pelaksanaannya diatur melalui Pasal 201 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah.
Selanjutnya, dasar hukum tersebut dibreakdown lagi dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 12 Tahun 2024 Tentang Perlengkapan Pemungutan Suara, Dukungan Perlengkapan Lainnya, Dan Perlengkapan Pemungutan Suara Lainnya Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota.
Oleh karena itu, agar bisa terpilih, seharusnya tidak hanya didasarkan pada popularitas, elektabilitas, akseptabilitas semata, tetapi juga kompetensi dan integritas yang dimiliki oleh seorang calon.
Tulisan berikut ini, akan memaparkan penting popularitas, elektabilitas, akseptabilitas juga kompetensi dan integritas calon untuk bisa menang dalam Pilkada Serentak 2024.
Pertama, Popularitas (terkenal) bisa saja terjadi karena keseringan calon berkomunikasi dengan warga masyarakat melalui berbagai media dan mampu memberikan kesan menyenangkan.
Melalui berbagai sarana, seseorang bisa meraih popularitas, baik cepat atau lambat. Semakin banyak berinteraksi kepada masyarakat, semakin dikenal semakin populer namanya.
Ada dua macam popularitas, yakni sosiometrik dan perceived. Popularitas Sosiometrik mucul dari daya tarik individu, yang disukai karena berbagai sifat baiknya.
Misalnya karena dia memiliki kemampuan personal, memiliki empati dan sering membantu orang lain. Si A populer karena berhasil mengatasi banjir musiman dan jalanan yang macet kronis.
Sedangkan Popularitas Perceived hanya menggambarkan keterkenalan individu tanpa memilki korelasi positif dengan sifat baik seperti halnya sociometrik.
Individu dengan Popularitas Perceived memang terkenal, tapi jarang disukai karena reputasinya. Misalnya, Si B populer akibat ditangkap KPK karena korupsi milyaran rupiah.
Kedua, akseptabilitas (diterima). Dalam tahapan ini, banyak komponen yang harus dimiliki calon di antaranya kapasitas dan integritas.
Kapasitas itu sangat erat dengan kompetensi yang dimiliki sang calon dan itu tidak hanya soal jabatan, riwayat pendidikan, tapi kemampuan lain, terutama mengelola pembangunan di daerah.
Sedangkan integritas, bagaiman calon bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Seyogianya, setiap warga yang maju sebagai calon pemimpin perlu diuji berdasarkan kedua hal tersebut, karena kapasitas akan berkaitan dengan kualitas dan kemampuan managerial administrasi seorang calon mulai dari musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang) hingga penyusunan laporan keuangan daerah (LKPD).
Tidak sampai di situ, kepala pemerintahan juga perlu memahami dan menguasai tata kelola pemerintahan yang memberi ruang partisipasi publik, akuntabilitas dan transparansi sebagai komponen terpenting dari bentuk sebuah pemerintah yang baik dan bersih (clean and good governance).
Apabila kedua aspek ini tidak dimiliki oleh calon kepala daerah, maka ke depan bila terpilih akan menjadi beban dan PR (Pekerjaan Rumah) bagi daerah yang dimpimpinnya.
Oleh karena itu, penting masyarakat agar tidak salah pilih perlu mengetahui lebih jauh dan mendalam terkait kedua aspek tersebut yang dijabarkan dalam bentuk penyampaian program kerja, visi dan misi seperti yang dilakukan Debat Publik, Debat Terbuka oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) baik pada tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Dan terakhir, Ketiga adalah elektabilitas (dipilih).
Setelah sang calon memiliki dua aspek yang dimiliki yakni popularitas (dikenal) dan akseptabilitas (diterima) maka tibalah saatnya sosok atau figur kepala daerah masuk pada tahapan elektabilitas (dipilih).
Kemampuan masyarakat dalam memilih pemimpinnya sangat tergantung dari penyebaran informasi calon pemimpin yang dipilihnya.
Peranan, fungsi dan tanggungjawab para stakeholder kepemiluan dalam hal ini KPU, BAWASLU, Partai Politik, Pers, LSM sangat penting dalam mengedukasi masyarakat agar tidak salah dalam menentukan pilihannya.
Salah memilih barakibat fatal bagi pembangunan suatu daerah 5 tahun ke depan. Selamat berpilkada serentak 2024.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/Muh-Akmal-67.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.