UU Cipta Kerja
Buruh dalam Episode Baru, MK TOLAK UU Cipta Kerja
Keputusan MK untuk menyatakan UU Cipta Kerja tidak berlaku menjadi momen penting dalam sejarah ketenagakerjaan Indonesia
Oleh: Abdul Rauf Tera
Ketua Umum Komunitas Penyedia Tenaga Kerja Internasional Indonesia ( KAPTEN INDONESIA )
TRIBUN-TIMUR.COM - Ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) tidak berlaku, hal ini menjadi babak baru dalam perjuangan buruh di Indonesia.
UU Cipta Kerja sebelumnya dikenal sebagai "Omnibus Law" yang bertujuan menyederhanakan regulasi dan memacu investasi, namun sejak awal, kehadirannya menuai protes besar dari kalangan buruh.
Berbagai elemen masyarakat, terutama serikat buruh, menilai UU ini mengabaikan hak-hak pekerja dan lebih memihak pada kepentingan investasi.
Dalam konteks tidak berlakunya UU Cipta Kerja, muncul berbagai pertanyaan: Apakah ini kemenangan bagi buruh? Bagaimana implikasinya terhadap kehidupan buruh dan sektor ketenagakerjaan secara keseluruhan? Apa saja tantangan serta peluang baru yang muncul di balik keputusan ini?
Melalui opini ini, kita akan membahas posisi buruh dalam episode baru ini, menggali dampak yang mungkin timbul, serta merenungkan langkah-langkah strategis yang bisa diambil untuk masa depan ketenagakerjaan yang lebih berkeadilan.
1. UU Cipta Kerja dan Dinamikanya
UU Cipta Kerja merupakan langkah pemerintah untuk menarik investasi melalui perbaikan iklim usaha.
Pemerintah berargumen bahwa regulasi yang tumpang tindih dan birokrasi yang rumit menjadi hambatan bagi investasi.
Dengan menyederhanakan peraturan, pemerintah berharap iklim investasi di Indonesia semakin kompetitif, dan diharapkan dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Namun, sejak awal kemunculannya, UU Cipta Kerja menuai protes dari kalangan buruh dan aktivis.
Sejumlah poin dalam undang-undang tersebut dinilai melemahkan posisi tawar buruh, mengurangi hak-hak pekerja, dan menciptakan ketidakpastian kerja. Beberapa hal yang menjadi sorotan antara lain:
Kemudahan Penggunaan Sistem Kontrak dan Outsourcing: UU ini dianggap membuka peluang bagi perusahaan untuk mempekerjakan buruh dengan sistem kontrak tanpa batas waktu yang jelas, sehingga mengurangi jaminan pekerjaan jangka panjang.
Pengurangan Besaran Pesangon: Peraturan mengenai pesangon dianggap merugikan buruh karena mengurangi hak pekerja ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pengaturan Upah Minimum yang Lebih Fleksibel: UU Cipta Kerja mengatur bahwa upah minimum dapat ditentukan berdasarkan sektoral dan wilayah, yang memicu kekhawatiran akan terjadinya penurunan standar hidup buruh.
Mahasiswa Demo Tuntut UU Cipta Kerja Dicabut di Palopo: Tidak Begini Hasil Konsolidasi Tadi Malam |
![]() |
---|
Satgas UU Cipta Kerja Serap Aspirasi Pemda se-Sulsel |
![]() |
---|
Satgas UU Cipta Kerja Serap Aspirasi Organisasi Serikat Pekerja dan Buruh di Makassar |
![]() |
---|
Kenapa MK Tidak Tolak UU Cipta Kerja? Syamsuddin Radjab: Pertimbangan Politik dan Ekonomi |
![]() |
---|
UU Cipta Kerja Salah Ketik, Ini Solusi Pakar Hukum UMI Fahri Bachmid |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.