Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Demo 22 Agustus 2024

Usman Hamid Warning Aparat Tak Represif ke Demonstran: Ruang Sipil Bebas Membuka Akses Keadilan

Gabungan masyarakat sipil, aktivis mahasiswa, serikat buruh, serta para influencer turun ke jalan pasca tindakan DPR RI yang menganulir putusan MK.

dok pribadi
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gelombang demonstrasi terjadi hampir di setiap titik di Indonesia, Kamis (22/8/2024).

Gabungan masyarakat sipil, aktivis mahasiswa, serikat buruh, serta para influencer turun ke jalan pasca tindakan DPR RI yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Seruan #peringatandarurat mulai muncul di media sosial setelah DPR RI membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat ambang batas suara pada Rapat Badan Legislasi pada 21 Agustus 2024.

Salah satu kesepakatan DPR RI terkait syarat pencalonan Gubernur/Wakil Gubernur yakni minimal 20 kursi di DPRD atau 25 persen suara Pemilu DPRD.

Protes terhadap keputusan DPR RI muncul karena UUD 1945 pasal 24 C (1) menyebut bahwa putusan MK bersifat final dan tak dapat direvisi.

Para pengkritik menyebut DPR telah bertindak sewenang-wenang karena mengintervensi kewenangan yudikatif.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid angkat bicara.

Kata dia, gelombang demonstrasi yang terjadi merupakan tindakan yang dijamin dalam hukum.

Ia meminta agar aparat kepolisian tidak melakukan tindakan represif kepada pada demonstran yang mengutarakan pandangannya di jalan.

Baca juga: Ribuan Mahasiswa UNM Kawal Putusan MK di Makassar

Baca juga: Potret 500 Mahasiswa Unhas Makassar Bersiap Turun ke Jalan Kawal Putusan MK

"Tiap-tiap orang berhak untuk mengutarakan pandangannya secara damai terhadap situasi negara, termasuk aksi protes yang dilakukan mahasiswa," jelasnya, Kamis (22/8/2024).

"Protes terhadap kebijakan negara ataupun perilaku elit politik adalah hal yang wajar, sah, dan dijamin dalam hukum internasional hak asasi manusia. Jangan direpresi," tambahnya.

Sebab, aktivis HAM ini menerangkan, tindakan represif yang kerap kali terjadi melihat sejumlah tragedi seperti aksi #reformasidikorupsi dan #tolakUUCiptaKerja.

"Kekerasan negara hanya memperburuk kondisi hak asasi manusia. Kita bisa lihat kembali aksi mahasiswa dan pelajar dalam aksi #reformasidikorupsi tahun 2019 dan aksi #tolakUUCiptaKerja. Akibatnya, sejumlah mahasiswa tewas dan ratusan ditangkap," akunya.

Menurutnya, representasi ruang sipil harus dijamin negara sebagaimana hukum internasional telah mengaturnya.

"Protes adalah representasi ruang sipil yang harus dijamin negara. Hukum internasional mewajibkan setiap negara untuk menghormati prinsip dasar hak asasi manusia seperti kebebasan berekspresi dan berserikat, termasuk beroposisi," terangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved