Opini
Peran Keluarga dalam Membentuk Generasi yang Toleran
Namun tidak dapat dinafikkan kemajemukan tersebut berpeluang menciptakan perbenturan sosial yang tidak dapat dihindari hingga resiko konflik.
Sudah seharusnya kita belajar mengapresiasi hal-hal kecil yang dilakukan oleh anggota keluarga, sehingga kebiasaan tersebut dapat diterapkan di lingkungan luar.
Unsur ketiga, sikap saling menghargai. Menerapkan sikap ini memang tidak mudah.
Seringkali dalam keluarga, kita cenderung mengharapkan seseorang untuk menjadi seperti yang kita inginkan, serta mengendalikan dan membatasi kebebasan mereka.
Di dalam keluarga, orang tua dan akan harus saling menghormati keinginan dan prinsip masing-masing.
Pada dasarnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan sesuatu yang dimiliki.
Karakter ini akan membawa kita pada sebuah perasaan kecenderungan untuk menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan.
Lambat laun kita akan menuntut lebih tanpa mempetimbangkan keterbatasan orang lain.
Penting untuk sadari bahwa kesempurnaan adalah hal yang mustahil di dunia ini.
Menghargai adalah nilai penting yang harus diajarkan dalam keluarga, sehingga ketika kita mampu menghargai keluarga sendiri, kita cenderung bisa menghargai orang lain, masyarakat, dan bangsa lain.
Keempat, saling memaafkan. Manusia memiliki banyak keterbatasan dan kesalahan dalam hidup, sehingga memaafkan menjadi hal yang penting dalam keluarga sebagai tempat berlatih.
Tindakan yang sudah dilakukan memang tidak bisa diulang kembali.
Artinya, setiap tindakan yang menyakiti orang lain pasti meninggalkan luka.
Namun, hal itu diperlukan, setidaknya memaafkan dan meminta maaf adalah cara utama untuk mengembangkan diri menjadi individu yang berjiwa besar.
Semua faktor ini memengaruhi lahirnya kualitas moralitas-karakter yang toleran dan seiring berjalannya waktu, anak-anak belajar memperlakukan orang lain dengan penuh rasa hormat sehingga mereka merasa perbedaan bukan sebuah ancaman.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Munawir Haris seorang akademisi di STAIN Sorong Papua Barat dalam tulisannya “Agama dan Keberagamaan: Sebuah Klarifikasi Untuk Empati” bahwa semestinya perbedaan keyakinan tidak perlu dipermasalahkan sehingga konflik dapat dihindari.
Lebih lanjut yang perlu disuburkan adalah sikap terbuka dan toleran terhadap mereka yang berbeda. Haris menyakinkan kita semua, bahwa konsep dan sikap toleran adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis di tengah keragaman
yang ada.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.