Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dugaan Korupsi Kementan

Kubu SYL Yakin Majelis Hakim Jadikan Pledoi Eks Mentan Jadi Pertimbangan Putusan

Kubu eks Mentan Syahrul Yasin Limpo yakin majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta akan menjadikan pledoi sebagai bahan pertimbangan putusan

Editor: Ari Maryadi
Tribunnews
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (28/6/2024). Syahrul Yasin Limpo (SYL) dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian tahun 2020-2023. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN | Syahrul Yasin Limpo (SYL) menilai para pejabat dan pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan) kerap mencari perhatian dan mencoba untuk mendekati keluarganya. Hal tersebut diungkap SYL saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (5/7/2024). 

Serta di era transparansi saat ini, Pers yang bebas serta masyarakat yang semakin tinggi kualitas pemikirannya, pasti akan dengan masif dan lantang menyuarakan perbuatan tercela dirinya.

”Kenyataannya semua hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan saya menjadi bupati selama dua periode, menjadi Gubernur Sulawesi Selatan untuk dua periode yang menunjukkan tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja maupun integritas saya. Tegasnya saya selama ini selain berupaya untuk membaktikan diri dan berguna bagi bangsa dan negara, juga berupaya untuk selalu menjaga dan mempertahankan integritas saya,” terangnya.

Karena itulah, SYL mengaku memberanikan diri pernah mengajukan permohonan agar Presiden RI Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla berkenan menjadi saksi a de charge dalam persidangan.

”Mengapa ketika saya menjabat sebagai Menteri, terhadap saya disangkakan dan didakwakan melakukan perbuatan korupsi? Apabila saya memang berniat melakukan itu, saya pasti sudah melakukannnya sejak dari dulu menjabat di daerah. Dan apabila hal tersebut terjadi, dengan rentang waktu karier saya sebagai birokrat yang panjang, saya pasti akan sudah menjadi salah satu orang yang sangat kaya raya di Indonesia ini,” ungkapnya.

Adapun penerimaan yang ia dapatkan, aku SYL, selama ini adalah honor dan uang perjalanan dinas, yang selalu ia tanyakan kepada Kasdi Subagyono selaku Sekjen dan Panji (ajudan), dan keduanya selalu menjawab bahwa biaya tersebut, semua sudah sesuai aturan.

”Dan kata-kata khas yang selalu saya ingat, ini sudah dipertanggung jawabkan pak, ini sudah menjadi hak menteri, pak” beber SYL.

”Terkadang saya berpikir dan berasumsi bahwa, apakah karena alasan politik saya dijadikan target proses hukum? Apakah karena partai di mana saya beraktivitas politik sebelumnya terkadang berbeda pilihan dengan keinginan pemegang kekuasaan tertentu? Benarkah asumsi banyak orang, bahwa hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan untuk menekan lawan politik atau pihak yang berbeda. Hukum digunakan untuk membungkam pihak lawan. Wallahu a'lam bi as-shawab (hanya Allah maha mengetahui kebenaran yang sesungguhnya),” urainya.

SYL mengungkapkan, apabila dirinya terlibat dalam suatu proyek yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian yang ia pimpin, kemudian terindikasi melakukan penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, ia mengaku mungkin masih bisa menerima apabila dinyatakan sebagai tersangka.

Tetapi dalam perkara ini, sama sekali tidak ada proyek strategis nasional, penyalahgunaan perizinan dan rekomendasi maupun proyek bernilai besar bertriliyun-trliyunan yang disangkut-sangkutkan terhadap dirinya.

”Hal ini berbeda dengan ditersangkakannya beberapa Menteri dan pejabat-pejabat di Kementerian lain. Saya sampai hari ini terus bertanya-tanya mengapa saya dijadikan sebagai tersangka,” imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved