Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Efek Domino Ekonomi Sekuler Terhadap Dekadensi Moral

Namun faktanya semua ini memang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita tanpa memandang apakah dia dari kelas ekonomi menengah ke atas.

Editor: Sudirman
Ist
Mawar Putri, Akuntan di Pengadilan Tinggi Agama Makassar 

Oleh: Mawar Putri

Akuntan di Pengadilan Tinggi Agama Makassar

FENOMENA perilaku immoral di tengah masyarakat kini kian meresahkan.

Perampokan berujung pembunuhan, bullying berujung kematian, pergaulan bebas melahirkan penyakit menular seksual, pencabulan terhadap darah daging sendiri dan aneka rupa perilaku immoral lainnya yang kian tidak bisa diterima nalar.

Namun faktanya semua ini memang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita tanpa memandang apakah dia dari kelas ekonomi menengah ke atas atau dari kelas ekonomi menengah ke bawah.

Kisah pilu nenek Tarimah di Makassar yang dirampok hingga mati terbunuh di dalam rumahnya sendiri oleh pasangan kekasih yang masih terhitung sebagai cucu korban, bukanlah kasus pembunuhan berlatar belakang ekonomi yang pertama terjadi (Fajar, 2024).

Dibandingkan dengan nyawa yang melayang, tentulah alasan pelaku membunuh untuk membeli sepatu seharga Rp 800.000 sangat tidak sebanding.

Infonya kedua pelaku masih terdaftar resmi sebagai mahasiswa fakultas hukum di sebuah kampus ternama di Makassar.

Secara pendidikan, keduanya bukanlah orang yang benar-benar buta dengan hukum yang berlaku di negeri ini.

Mereka tahu bahwa menghilangkan nyawa orang adalah tindakan pidana, namun bisa seberani itu melawan nalar mereka sendiri hanya karena alasan gaya hidup.

Pertanyaannya adalah apakah tidak mungkin ada hal besar lain yang membuat mereka terdorong untuk membunuh?

Kisah pilu lain datang dari seorang Ibu di Tangsel yang merekam pencabulan yang dia lakukan dengan anak kandungnya sendiri.

Motif awalnya adalah iming-iming uang sebanyak Rp 15 juta setelah si Ibu mengirimkan videonya tanpa busana ke seseorang yang ia temui di sosial media, lalu berubah jadi ancaman akan menyebar luaskan video tersebut jika si Ibu tidak mengirimkan
lagi video porno lainnya (Kompas,2024).

Seorang ibu melihat anaknya terluka atau dilukai oleh orang lain saja sudah bisa menjadi pemantik hati ibu bersedih, lalu mengapa bisa kita temui kasus durjana dari seorang ibu kepada anaknya seperti ini?

Ada juga kisah tragis yang datang dari sepasang suami istri yang berprofesi sebagai polisi di Jawa timur.

Sang istri berani membakar hidup-hidup suaminya dalam posisi tangan terborgol.

Motif yang terungkap karena sang polwan merasa jengah setelah mengetahui bahwa si suami telah menghabiskan gajinya hanya untuk judi online (Detik,2024).

Sang suami yang dilarikan ke RS oleh istrinya sendiri akhirnya meregang nyawa setelah hampir 96 persen tubuhnya mengalami
luka bakar.

Motif yang tidak jauh-jauh dari faktor ekonomi atau dorongan penghidupan yang lebih layak atau mungkin sebatas status sosial masih dominan dalam perilaku immoral yang terjadi.

Namun sebenarnya ini adalah efek domino dari akibat penerapan sistem kapitalisme sekulerisme di segala bidang khususnya di bidang ekonomi.

Ekonomi sekuler adalah biang kerok utama dekadensi moral di tengah masyarakat hari ini.

Ekonomi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjebak orang untuk hanya memikirkan materi semata tanpa memikirkan hal lain, sehingga lupa bahwa kita hidup di dunia untuk kehidupan akhirat yang lebih baik.

Jangankan dampak kerusakan pada tatanan bermasyarakat dan bernegara, sedangkan dampak buruk atas dirinya sendiri tidak lagi dipedulikan.

Dekadensi moral ini benar-benar terjadi secara masif.

Secara personal, kita bisa mengukur seseorang apakah menerapkan ekonomi yang tidak meninggalkan agama dari bagaimana dia mengaitkan setiap tingkah lakunya dengan aturan Tuhan.

Jika ia menerapkan ekonomi sekuler dalam kehidupannya maka yang ia pedulikan hanyalah keuntungan materi semata tanpa peduli bagaimana jalan yang dia tempuh dalammendapatkan keuntungan tersebut.

Adapun dalam ekonomi islam pengelolaan harta bukan hanya sebatas bagaimana memperoleh harta secara halal namun juga bagaimana seseorang menggunakan, menyimpan dan membelanjakan hartanya turut di atur.

Baik dalam perkara bagaimana memperoleh harta tersebut ataupun bagaimana cara mengelola harta tersebut, semuanya harus dengan cara yang halal dan baik (ma’ruf).

Termasuk dalam kategori baik di sini adalah tidak mendzalimi diri sendiri apalagi sampai mengambil hak orang lain.

Orientasi materi yang mengalir dalam darah ekonomi sekuler lah yang pelan-pelan mengikis nilai kemanusiaan dalam diri manusia hari ini.

Kenyataan lain hari ini adalah bagaimana sulitnya memperoleh harta juga hampir sama sulitnya dengan bagaimana mengelolanya.

Susah payah memperoleh harta namun tidak dipergunakan dengan baik salah satunya karena terjebak pemikiran instant untuk memperbanyak lagi harta tersebut (judi online) atau membeli barang branded di luar kemampuan hanya sebatas untuk
mendapatkan status sosial tinggi dalam pergaulan (gaya hidup hedon).

Inilah dampak nyata ekonomi sekuler yaitu orang digiring untuk berpikir bagaimana dengan modal sekecil-kecilnya bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat dengan menghalalkan segala cara.

Dalam level bernegara, dampak penerapan ekonomi sekuler lebih terasa akibatnya.

Ekonomi sekuler menganggap bahwa negara tidak memiliki kewajiban penuh atas pelayanan terhadap rakyatnya.

Sebaliknya dalam ekonomi islam tidak demikian.

Dalam ekonomi islam, ruh pelayanan negara adalah ri’ayah asy-syu’un al-ummah (pengurusan urusan rakyat).

Negara tidak dalam posisi mencari keuntungan sebesar-besarnya atas pelayanan kepada rakyatnya, namun sebaliknya negara lah yang memberikan fasilitas hidup kepada rakyatnya seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan yang memadai secara cuma-cuma.

Negara juga memiliki kewajiban menciptakan lapangan kerja yang kondusif sehingga mendorong banyak orang untuk bisa
produktif dalam memperoleh harta yang halal dan ma’ruf.

Jadi permasalahan dekadensi moral ini tidak akan selesai jika perbaikannya tidak dilakukan secara sistemik dalam level negara.

Kita hidup di negara yang beragama bukan di negara tanpa Tuhan, ketuhanan yang Maha Esa.

Dalam islam, jelas sekali telah diperingatkan bahwa kerusakan akan terus menerus terjadi saat kemaksiatan dibiarkan.

Al Qur’an telah memperingatkan tentang ma’isyatan danka yaitu kehidupan yang tertekan, sengsara, dan dada merasa sempit karena berpaling dari peringatan agama.

Pelanggaran atas agama di tengah masyarakat akan mengundang kerusakan-kerusakan lainnya.

Bahkan umat manusia telah diperingatkan bahwa dampak dari pembiaran atas kemaksiatan yang terjadi tidak hanya akan memberikan dampak buruk bagi si pelaku namun semua terlaknat karena ikut serta dalam pembiaran aktivitas pelanggaran tersebut.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved