Opini
Revitalisasi Penjaringan Pemimpin di Pilkada, Pileg dan Pilpres
Kenapa? Kita “dipaksa” memilih orang asing; tak kita kenal pada Pemilihan Umum (Pemilu).
Saat itu, dunia masih terasa sangat indah. Beban saya hanya satu, menyelesaikan kuliah secepatnya.
Kembali ke diksi “tersesat dalam labirin,” frasa tersebut menggambarkan kesedihan atau mungkin bisa dikatakan keputusasaan terhadap sistem demokrasi di negara kita.
Lebih dulu kuklarifikasi bahwa saya bukanlah ahli politik atau pengamat sosial; saya hanyalah masyarakat biasa, warga peduli dan sayang terhadap kondisi negara.
Karena rasa sayang itu juga, saya merasa ingin mengakhiri rasa sayang itu.
Anomali ini mengantarku ke titik menangis nyaris putus asa.
Seperti ketika kita jatuh cinta dan tak terbalas, mendominasi suasana batin.
Sistem Pilkada, Pileg, bahkan Pilpres semakin lama bikin kecewa. Rasa apatis atau tak peduli juga seperti dirasakan orang sekitarku, our circle.
Namun, ketika melihat bahwa keadaan ini tidak akan terselesaikan jika kita hanya diam saja, maka saya mencoba menyuarakan pemikiran.
Melalui tulisan ini, semoga muncul harapan; dibaca orang lain dan, syukur-syukur, ada yang “tersentuh" oleh kenakalan pikiran (nyaris) beku ini.
Saya harus jujur mengatakan dalam sistem pemilu baik pemilu legislatif, presiden (pilpres), dan kepala daerah (pilkada) bukan lagi solusi kepemimpinan demokrasi. Kenapa? Kita “dipaksa” memilih orang asing; tak kita kenal.
Mohon maaf, saya harus menggunakan kata “tidak kenal” karena secara faktual saya tidak mengenal calon-calon tersebut.
Yang saya maksud dengan kata “tidak kenal” adalah kita diberi pilihan yang, —mohon maaf sekali lagi—, saya tidak tahu rekam jejak mereka.
Bahkan sedihnya, kriteria orang yang masuk dalam calon tersebut juga tidak jelas sehingga saya menjadi seperti orang buta yang memilih “gambar”.
Saya tidak tahu apa yang telah mereka perbuat untuk kami, apa bukti bahwa mereka bisa menjadi wakil/pimpinan atau bekerja untuk saya.
Kini kita masih memahami bahwa pemimpin di daerah/negara ini bukanlah “penguasa” melainkan pelayan/manajer.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.