Opini Tribun Timur
Saya Rasa SYL Tak Seburuk Itu!
Seorang birokrat sejati yang memperlihatkan tanda-tanda kejeniusan yang tak terbantahkan sejak dia menjadi Lurah di salah satu kecamatan di Sulsel 40
Sekarang setelah banyak surat kabar menerbitkan laporan berita mereka secara digital , ada potensi kesalahan kecil, pelanggaran dan perbuatan buruk untuk dilaporkan secara online, diedarkan dari sumber aslinya dan tetap dalam format digital untuk selama-lamanya.
Begitu nama seseorang dikaitkan berkali-kali di jaringan digital dengan perilaku kriminal atau antisosial, asosiasi ini tidak mungkin diberantas.
Nama orang, ketika dimasukkan ke mesin pencari, segera dikaitkan dengan insiden yang menarik perhatian media sosial, bahkan jika itu terjadi bertahun-tahun sebelumnya atau mereka diidentifikasi karena kesalahan.
Kecerobohan sosial kecil juga telah diperkuat oleh peredaran dengan mempermalukannya lewat tindakan penghinaan melalui media sosial.
Tak Ada Kebaikan Tersisa
Pemberitaan negatif terhadap SYL seolah-olah merupakan segala-galanya dari fakta yang sesungguhnya terjadi.
Isi beritanya seolah-olah menasbihkan setiap kalimatnya menjadi pusat nilai, pusat setiap dorongan, pusat dari segala sumber kevalidan dan kebenaran dari apa yang dilakukan SYL selama ini.
Satu-satunya upaya SYL untuk melawan stigma yang dibentuk oleh berita itu hanyalah beberapa kalimat sederhana "kita hadapi dengan lapang dada", selebihnya diam menjadi pilihan karena bisa jadi SYL mafhum bahwa ending peristiwa ini tetap menjadi urusan dia dengan Tuhannya di akhirat kelak.
Kita bisa saja menjadikan isi berita itu sebagai rujukan. Namun sebagai generasi yang masih memiliki daya kritis, serta kualitas daya gugat dalam upaya merubah kehidupan, kita tak boleh berpihak pada kebebasan komentar berbau negatif dan peghakiman yang dilakukan para nitizen, khususnya pada kecenderungan stigma sosial yang dibentuk dari sentimen negatif media terhadap SYL.
Pikiran sederhana saya diatas ini murni dibentuk dari sebuah kenangan masa lalu.
Sebuah kenangan semasa SD di sebuah Desa kecil, di pelosok Kecamatan Bontonompo jauh sebelum dimekarkan.
Sebuah mobil dengan cat khas berwarna orange bagi kendaraan dinas seorang camat era tahun 1983-1984 kala itu.
Kami berlari kecil mengikuti mobil kijang kotak tadi. Saya masih ingat muka camat muda yang bersahaja itu.
Dan camat muda itu hari ini kembali hadir dipikiran saya, dia datang dengan warna orange namun dengan kondisi yang kurang bersahabat.
Dia datang bukan untuk mengungkapkan dan menagih balas budi dari apa yang telah dia perbuat untuk rakyat yang pernah dipimpinnya.
Dia hanya datang untuk mengajak dan menyatukan secuil kenangan baik bersama dimasa lalu.
Untuk semua yang membela, untuk semua yang memilih Diam, dan kepada semua yang memilih menyalahkan: ingatlah, bahwa kebenaran itu memiliki lidah.
Dan catat, bahwa Syahrul Yasin Limpo tak seburuk itu!_(*)
Bukan Rapat Biasa, Ini Strategi Cerdas Daeng Manye Mencari 'The Next Top Leader' di Takalar |
![]() |
---|
1 Juni: Pancasila Tetap Luhur, Walau Inter Milan Amburadul |
![]() |
---|
Cinta yang Hilang: Bahasa Diam Dalam Hubungan Digital |
![]() |
---|
Menjalani Ramadan: Berbenah Dalam Bulan Pendidikan |
![]() |
---|
Nostalgia 78 Tahun HMI: Kanda Dimana, Kita Iya Dinda Dimana? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.