Opini
Nestapa SYL Melampaui Kematian
Begitu pertanyaan kerap diajukan kepadaku oleh sejumlah orang yang bersimpati pada Syahrul Yasin Limpo semenjak menjadi pesakitan.
Oleh Yarifai Mappeaty
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik
Mengapa tak pernah menulis SYL meski hanya sekadar menunjukkan empati?
Begitu pertanyaan kerap diajukan kepadaku oleh sejumlah orang yang bersimpati pada Syahrul Yasin Limpo semenjak menjadi pesakitan.
Tetapi saya hanya diam. Sebab, memangnya apa yang perlu ditulis?
Pikirku. Sedangkan saya sendiri tidak punya informasi terpercaya mengenai kasus yang menimpanya, lantaran keterbatasan sumber informasi.
Bahkan ada yang lebih menohok. Misalnya, jangan-jangan karena SYL tak bisa lagi memberi manfaat, sehingga tidak ada kepedulian sedikitpun kepadanya. Tentu ini mengusikku.
Tetapi, maaf, tudingan semacam itu hanya membuatku tertawa kecil, sebab tidak tepat ditujukan kepadaku.
Sebagai figur publik, tentu saja saya mengenal sosok mantan Gubernur Sulsel dua periode itu, namun tentu tidak sebaliknya.
Sehingga, jika disebut dekat saja tidak, maka bagaimana saya bisa mengambil manfaat darinya?
Bahwa saya pernah menulis SYL, benar. Tulisan yang dimaksud berjudul: “Once Upon A Time With Syahrul Yasin Limpo.” SYL kala itu tidak lagi sebagai Gubernur Sulsel.
Ia bahkan salah satu Caleg yang tak lolos ke Senayan pada Pileg 2019.
Orang-orang yang sering bersamanya, pun sudah tak tampak lagi.
Selang beberapa bulan kemudian di tempat yang sama, saya kembali bertemu dengannya, setelah menjabat Menteri Pertanian.
Saya masih ingat, di tengah kerumunan banyak orang, SYL sempat mengajakku berbincang. Mungkin ada yang memberi tahu kalau saya pernah menulis tentangnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.