Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Nestapa SYL Melampaui Kematian

Begitu pertanyaan kerap diajukan kepadaku oleh sejumlah orang yang bersimpati pada Syahrul Yasin Limpo semenjak menjadi pesakitan.

|
Editor: Sudirman
Istimewa
Yarifai Mappeaty Pemerhati Masalah Politik 

Tak lama setelah ia beranjak pergi, seorang yang selalu setia menemani, menelpon dan mengajakku makan siang.

“Kak, Pak Menteri mengajak makan siang,” ucap Imran Eka di ujung telepon.

Mungkin dari sebuah restoran di seputaran Menteng.

Tetapi saya memilih menolaknya dengan alasan ada janjian di tempat lain. Padahal, sebenarnya saya hanya merasa risih.

Namun, dari peristiwa kecil itu membuat saya terkesan kalau SYL memang seorang humanis sejati. Ukuranku sederhana.

Bayangkan, kira-kira pantasnya di mana sampai seorang jelata sepertiku diajak makan siang oleh seorang Menteri?

Setidaknya, ia termasuk sosok yang mau berendah hati menghargai orang lain tanpa memandang status sosial dan ekonomi.

Seingatku, saya tak pernah lagi bertemu dengannya semenjak itu.

Sehingga saya tergolong sangat jauh dari sebutan “penikmat SYL”.

Kalaupun saya tak menunjukkan empati pada kasus yang menimpanya saat ini, sama sekali bukan karena soal peduli atau tidak peduli.

Tetapi lebih karena saya punya standar moral sendiri di dalam menilai suatu masalah.

Oleh karena itu, menurutku, biarkan saja proses hukumnya berjalan sebagaimana mestinya sampai terbukti bersalah atau sebaliknya.

Dan, selama proses itu, kita pun tak perlu cawe-cawe melakukan pembelaan sampai terlihat konyol.

Akan tetapi, pada akhirnya saya merasa terusik juga dengan proses peradilan SYL, lantaran tak henti dipapar film-film pendek yang memojokkannya.

Baik yang saya temukan sendiri di media sosial, maupun yang sengaja dikirim kepadaku secara pribadi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved