Opini
Akselerasi Pembangunan atau Kota Layak Huni ?
Namun tetap disesuaikan dengan daya tampung lingkungan, sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.
Namun, apakah akselerasi pembangunan dan jargon tersebut, sudah sesuai dengan ketetuan Tata Ruang yang layak untuk dihuni oleh masyarakat dan tetap menjaga kualitas lingkungan hidup yang layak?.
Mengutip dari hasil FGD Walhi Kota Makassar, adanya penataan ruang memiliki berbagai macam tujuan dan indicator, diantaranya adalah :
1) Aman, ditandai dengan adanya Spatial Resiliency (Ruang yang jauh dari bencana) 2) Nyaman, berupa tempat dan ruang yang nyaman bagi masyarakat
3) Produktif, ditandai dnegan pembangunan yang mampu meningkatkan produktifitas warga sekitar 4) Berkelanjutan, yaitu ditandai dengan kota yang berkelanjutab dan berkeadilan untuk masyarakatnya.
Pada, catatan tahunan 2023, Walhi juga mencatat bahwa sejumlah wilayah di Kota Makassar seperti pesisir dan pulau-pulau khususnya di pesisir Galesong Takalar dan Pulau Kodingareng Makassar masih merasakan dampak buruk tambang pasir.
Keberadaan tujuh mega proyek di Kota Makassar, berupa kelanjutan pembangunan rel Kereta Api Makassar - Parepare, reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI), Rumah Sakit Khusus Otak dan Jantung (RSKOJ), kelanjutan pembangunan Makassar New Port (MNP), tol layang, Pengelolaan Sampah Berbasis Energi Listrik (PSEL), dan pedestrian layang di Pantai Losari atau Japparate.
Beberapa proyek yang telah disebutkan hendaknya memenuhi tujuan RTRW terlebih dahulu, sebelum dilaksanakan.
Jika, tujuan pertama saja, berupa aman, yaitu tempat yang jauh dari bencana belum terpenuhi, maka bisa disimopulkan bahwa pembangunan di Kota Makassar belum memenuhi tujuan adanya penataan ruang.
Permasalahn yang terus terjadi seperti pengguna jalan di Kota Makassar berhadapan dengan kemacetan setiap hari, serta berbagai sarana sistem transportasi yang masih semrawut.
Problem persampahan di kawasan TPA Tamangapa yang tak tertangani baik, padahal dijanjikan TPA bintang lima.
Banjir tahunan yang sudah menjelma menjadi “tragedi” yang juga tidak kunjug teratasi.
Maka, dari banyaknya permasalahan yang telah disebutkan, hal yang harus dilakukan oleh Wali Kota Makassar beserta jajaran pemerintahannya adalah berfokus di antara delapan program utamaa yang terkait penataan ruang, dalam RPJMD 2021-2026, yaitu:
1). Penataan total sistem persampahan, 2). Pembenahan total sistem penanganan banjir dan pencegahan kemacetan, 3). Peningkatan jejaring smart pedestrian dan koridor hijau kota, serta 4). Percepatan Makassar menjadi liveable city dan resilient city.
Penataan ruang menjadi snagat peting karena berhubugan dengan kelayakan kota untuk ditempati, maka sudah seharusnya persoalan penataan ruang ini diselesaikan dengan pembangunan yang mampu menjawab problematika lingkungan dan ruang publik yang berkelanjutan.
Berkelanjutan di sini memiliki arti menyelesaikan akar permasalahan pengaturan tata ruang kota Makassar dengan pembangunan yang mengacu pada daya tamping wilayahnya.
Hal tersebut tidak akan tercapai, jika pemerintah Kota Makassar berpandangan harus berupa masifnya investasi, namun melupakan hak rakyat untuk memiliki ruang hidup dan lingkungan yang layak. (*)
| Sumpah Pemuda: Memahat Batu Nisan KNPI!? |
|
|---|
| Semangat Sumpah Pemuda di Era Validasi |
|
|---|
| Soeharto dan Gelar Pahlawan: Antara Jasa dan Luka Bangsa |
|
|---|
| Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual |
|
|---|
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.