Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pj Gubernur Sulsel Dianugerahi Gelar Daeng di Tanah Kelahiran, Apa Bedanya dengan Andi dan Karaeng

Gelar kehormatan ini disematkan Dewan Adat Saoraja disamping bingkai foto Raja XIII Bone Arung Palakka (1672-1696).

Editor: thamsil_tualle
courtesy_humas_TribunTimur
GELAR DAENG - Pj Gubernur Sulsel Dr Bahtiar Baharuddin (52) saat dianugerahi gelar paddaengeng Daeng Mappuji dari dewan adat Saoraja Bone di Kompleks Rujab Bupati Bone, Jl Merdeka, Watampone, Jumat (19/4/2024). Gelar paddaengeng ini dianugerahkan di momen Hari jadi Bone ke-694. 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM —  Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel Dr Bahtiar Baharuddin (52), dianugerahi gelar adat (paddaengeng) Daeng Mappuji di momen Hari Jadi Bone ke-694 di Kompleks Rumah Jabatan Bupati Bone, Jl Merdeka, Watampone, Jumat (19/4/2024) siang.

Paddaengeng atau pemberian gelar adat khas Bugis-Makassar itu, adalah kali pertama bagi birokrat kelahiran Watampone, 16 Januari 1971 itu.

Upacara paddaengeng bagi direktur jenderal politik Kemendagri itu, dihelat usai Mattompang Arajang (pembersihan benda pusaka) di kabupaten sentrum kerajaan Bugis itu.

Gelar kehormatan ini disematkan Dewan Adat Saoraja disamping bingkai foto Raja XIII Bone Arung Palakka (1672-1696).

Gelar Dg Mappuji dalam bahasa Bugis sendiri berarti sosok pemimpin yang mencintai dan menyanyangi masyarakatnya, berwibawa, tegas dan menjalankan amanah, yang ditugaskan oleh negara Republik Indonesia. 

"Gelar tersebut diberikan karena beliau merupakan sosok yang sangat mencintai rakyatnya. Dan merupakan warga asli Bone" ujar Dewan Adat Saoraja, Andi Yushan. 

19042024_daeng_mappuji_Bahtiar_baharuddin
GELAR DAENG - Pj Gubernur Sulsel Dr Bahtiar Baharuddin (52) saat dianugerahi gelar paddaengeng Daeng Mappuji dari dewan adat Saoraja Bone di Kompleks Rujab Bupati Bone, Jl Merdeka, Watampone, Jumat (19/4/2024). Gelar paddaengeng ini dianugerahkan di momen Hari jadi Bone ke-694.

Baca juga: Pj Gubernur Sulsel Diberi Gelar Kehormatan Daeng Mappuji di HJB 694 Bone

Apa sih Daeng itu dan apa bedanya dengan Andi dan Karaeng?

Doktor dan Alumni Pendidikan Sejarah dari IKIP Makassar, Dr Buana MPd (53), memberi penjelasan akademis.

Dimintai komentar, Jumat (19/4) siang, Buana menjelaskan, Daeng adalah salah satu gelar tua dalam sejarah masyarakat di Sulawesi.

Mengutip biografi Andi Mattalatta, Andi (2003). Meniti Siri dan Harga Diri: Catatan dan Kenangan, Buana menjelaskan, gelar itu juga sebagai alat identifikasi kolonial Belanda untuk bangsawan Bugis-Makassar terdidik.

Sama dengan Datu, atau Arung, gelar Karaeng itu gelar bangsawan yang merujuk darah biru. "Kalau Puang itu sapaan untuk orang pertama,"

Sejarahwan Eropa, Christian Pelras dalam buku Manusia Bugis (2006), juga menggambarkan, delar Daeng juga dapat diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang yang telah berjasa untuk orang banyak.

“Setidaknya, kalau Daeng itu untuk kakak yang belum berpendidikan, dan Andi untuk adik yang sudah terdidik secara formil.”

“Daeng itu gelar sosial komunal paling umum dan merakyat di Sulawesi, dikenal di kerajaan Gowa, Tallo, Bone, Luwu hingga Mandar.”

Secara umum, jelas Buana, Daeng adalah gelar yang diberikan kepada seseorang saat dewasa.

Dalam masyarakat Bugis-Makassar, gelar Daeng diberikan keluarga setelah seorang lelaki atau pria menikah.

“Daeng itu gelar depan, dan mesti diikuti prasa kedua. Pemberinya dari orang lain, bisa paman, bibi, atau dari tetua adat. Ini menggambarkan karakter menonjol yang didiniali dari karakter, bawaan. Bisa juga disematkan untuk mengenang nama atau julukan kakek, nenek, paman atau pendahukunya.”

Dikatakan, dalam bahasa keseharian Daeng berarti kakak. 

Dalam gelar adat dan kekerabatan Bugis-Makassar, Mandar dan Luwu, Daeng juga diberikan sebagai bentuk penghormatan.

Mappuji berarti terpuji dalam bahasa Indonesia.

Buana pun mengirim artikel pendek soal Daeng ini.

"Daeng" adalah sebuah gelar kehormatan yang digunakan di masyarakat Sulawesi Selatan, terutama oleh suku Bugis dan Makassar. Gelar ini sejak zaman Pra-Islam maupun zaman Islam digunakan kepada seseorang memiliki status atau kedudukan tinggi di masyarakat, yaitu kalangan raja atau bangsawan.

Hal ini bisa kita perhatikan pada penggunaan nama raja di kerajaan Sulawesi Selatan, seperti di Kerajaan Gowa, Kerajaan Luwu dan Kerajaan Tiro di Bulukumba.

Nama raja di Kerajaan Gowa yang menggunakan nama atau gelar “Daeng” adalah Sultan Alauddin (raja Gowa ke-14).

Sultan Alauddin sebelum memeluk agama Islam bernama “I Mangarangi Daeng Manrabbia”.

Kemudian raja di Kerajaan Luwu yang menggunakan nama atau gelar “Daeng” adalah Datu Luwu ke-15 yang bernama “Andi Pattiware' Daeng Parabung”.

Selanjutnya raja di Kerajaan Tiro yang menggunakan nama atau gelar “Daeng” adalah La Unru Daeng Biasa (raja Tiro ke-5).

Selain nama raja penggunaan nama atau gelar “Daeng” juga disandang oleh juru tulis dan Syahbandar Makassar pertama yaitu “I Daeng Pamatte”, juru tulis dan syahbandar Makassar pertama dan pemuka orang Melayu di Makassar bernama “Daeng Mangallekana”.

Penggunaan nama atau gelar “Daeng” pada zaman dahulu (pra-Islam dan Islam) lebih ditujukan pada kalangan terbatas yaitu pada raja atau kaum bangsawan.

Namun seiring dengan waktu dan perkembangan sosial budaya dalam masyarakat Sulawesi Selatan, nama atau gelar “Daeng” mengalami perluasan makna.

“Daeng” kemudian juga digunakan sebagai panggilan kehormatan kepada seseorang yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang dihormati dalam masyarakat, misalnya “Daeng Mariolo”, “Daeng Baji”, dan lain-lain.

Bahkan sekarang  nama “Daeng” tidak hanya ditujukan seseorang yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang dihormati dalam masyarakat, tetapi juga digunakan secara meluas dalam masyarakat dari berbagai strata sosial ekonomi.

Nama “Daeng” tidak lagi identik dengan starata atau kelompok masyarakat tertentu sehingga cenderung mengalami degradasi makna.

Nah dalam konteks pemberian gelar “Daeng” terhadap Gubernur Sulawesi Selatan, saya pikir tepat dan relevan karena Gubernur Sulawesi Selatan adalah Pemimpin Masyarakat Sulawesi Selatan yang pada zaman kerajaan di Sulawesi Selatan disebut sebagai “raja” dan merupakan kaum bangsawan.

Pemberian gelar “Daeng” ini diharapkan dapat merevitalisasi kembali makna “Daeng” yang ditujukan kepada seseorang yang peran, sikap, dan perilakunya menerapkan nilai-nilai masyarakat Bugis_Makassar (Sulawesi Selatan).

Apalagi gelar yang diberikan kepada Gubernur Sulawesi Selatan ini adalah “Dg Mappuji”, suatu gelar yang menunjukkan seorang pemimpin yang dibanggaan, terpuji, dan dirindukan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved