Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sejarah PPP

PPP Dari Bentukan 'Paksaan' Soeharto Hingga Dualisme Terus-terusan, Kini Terdepak dari Senayan!

Pada Pemilu 2024 ini PPP gagal total meski mendapat sokongan dari mantan elit Gerindra yang juga eks Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno.

Editor: Alfian
ist
Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dalam catatan sejarah. 

PPP Dalam Catatan Sejarah

Sepuluh partai politik berpartisipasi dalam pemilu legislatif tahun 1971, jumlah yang dianggap terlalu banyak oleh Presiden Soeharto. Soeharto ingin agar partai politik dikurangi menjadi dua atau tiga saja dan partai-partai tersebut dikelompokkan berdasarkan programnya.

Dasar penggabungan yang kemudian melahirkan PPP adalah koalisi empat Partai Islam di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang disebut Fraksi Persatuan Pembangunan.

Fraksi ini terdiri dari Nahdatul Ulama (NU), Partai Islam Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Dengan dorongan dari Pemerintah, para pejabat dari keempat partai mengadakan pertemuan satu sama lain dan setelah menemukan titik temu, mereka menggabungkan keempat partai Islam di Indonesia ke dalam Partai Persatuan Pembangunan atau PPP pada tanggal 5 Januari 1973.

Meskipun demikian, partai-partai tersebut secara resmi bergabung, namun internal Politik PPP di bawah pemerintahan Suharto didominasi oleh perbedaan prioritas kelompok-kelompok awal yang membentuk partai tersebut.

Pada pertengahan tahun 1970-an, dukungan masyarakat terhadap rezim Soeharto dengan cepat berkurang. Ketika Soeharto merebut kekuasaan melalui kudeta militer berdarah pada tahun 1965 dan menggulingkan Presiden Soekarno, kelompok-kelompok Islam mendukung Soeharto dan membantu menganiaya lawan-lawan politiknya.

Namun ketika rezim menjadi korup dan semakin otoriter, aliansi ini mulai runtuh.

Pada tahun 1974, Zakaria bin Muhammad Amin diangkat sebagai anggota dewan dan menjabat hingga tahun 1986.

Menjelang pemilu legislatif tahun 1977, banyak orang mulai mencari pilihan lain selain Golkar yang didukung pemerintah.

Khawatir PPP akan memenangkan pemilu, Soeharto mempermainkan ketakutan masyarakat dengan meminta militer menangkap sekelompok orang yang mengaku terkait dengan Komando Jihad.

Oleh karena itu, beberapa orang menjadi khawatir bahwa memilih PPP dan partainya yang berhaluan Islam berarti menyatakan dukungannya terhadap Komando Jihad.

Dan dalam pemerintahan yang semakin otoriter, banyak yang menolak untuk dikaitkan dengan pihak yang salah. Golkar kemudian memenangkan pemilihan legislatif dengan 62 persen dan PPP berada di urutan kedua dengan 27 % suara.

Namun PPP tidak tinggal diam dan menerima kekalahan. Pada Sidang Umum MPR tahun 1978, anggota PPP Chalid Mawardi melontarkan kritik pedas terhadap rezim Soeharto.

Mawardi menuduh Pemerintah anti-Muslim, mengeluhkan tindakan keras yang dilakukan pemerintah terhadap perbedaan pendapat, dan menuduh bahwa Pemilu Legislatif tahun 1977 dimenangkan karena adanya kecurangan dalam pemilu.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved