Opini
Legalitas Quick Count
Ada juga meragukan pengumuman dari hasil quick count yang telah memenangkan Prabowo – Gibran (suara di atas 50 persen), tidak akurat.
Penghitungan cepat merupakan salah satu fungsi pemilu dalam melibatkan partisipasi masyarakat.
Oleh karena itu bentuk “partisipasi” ini, diakui existing dalam Pasal 448 UU No. 7/2017 tentang Pemilu.
Dahulunya, bahkan dengan melalui Putusan MK Nomor 9/PUU-VII/2009, Putusan MK Nomor 89/PUU-VII/2009, Putusan MK Nomor 24/PUU-XII/2014 pernah “memangkas” ketentuan dalam UU Pileg yang hanya membolehkan lembaga hitung cepat dapat melakukan Pengumuman paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
Dua kali “pelarangan” ini muncul, dengan melalui Pasal 245 ayat 3 UU No. 10/2008 (Pemilu 2009), Pasal 247 ayat 8 UU No. 8/2012 (Pemilu 2014), oleh MK dua kali pula konsisten membatalkannya.
Pembentuk UU (dalam hal ini UU No. 7/2017), yaitu pada pemilu 2019, tetap memberikan batasan-batasan pengumuman hitung cepat di hari pemungutan suara (2 jam setelah selesai pemungutan suara di WIB).
Di luar perkiraan, dari beberapa lembaga survey yang mengajukan uji materil atas ketentuan pembatasan waktu rilis hitung cepat, kala itu MK malah tidak sejalan dengan permohonan pemohon, bahkan MK mengubah pendirian dari tiga putusan sebelumnya.
Dalam pertimbangannya MK menyatakan: “Pengumuman hasil penghitungan cepat demikian, yang karena kemajuan teknologi informasi dapat dengan mudah disiarkan dan diakses di seluruh wilayah Indonesia, berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih yang bisa jadi mengikuti pemungutan suara dengan motivasi psikologis “sekadar” ingin menjadi bagian dari pemenang.
Apalagi, sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya, pertimbangan perihal budaya hukum dan budaya politik masyarakat turut pula menjadi faktor determinan terhadap tercapai atau tidaknya maksud mewujudkan kemurnian suara pemilih yang hendak dicapai oleh asas jujur dan adil dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 (Putusan MK Nomor 24/PUU-XVII/2019, Pragraf 3.16.3, Halaman 61)”
Dalam regulasi kepemiluan, bukan hanya tentang pembatasan waktu hitung cepat yang diatur sedemikian ketat, berikut kriminalisasi atasnya jika larangan tersebut tidak diindahkan oleh lembaga hitung cepat (Pasal 540 ayat 2 UU Pemilu).
Dengan berdasarkan Pasal 16, Pasal 17, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 PKPU No. 9/2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Pada pokonya mengatur kalau lembaga hitung cepat, melakukan perubahan data lapangan, tidak memenuhi ketentuan scientific hitungan cepat.
Masyarakat dapat saja menyampaikan pengaduan adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan Penghitungan Cepat tersebut, kepada Bawaslu.
Kemudian Bawaslu memberikan rekomendasi adanya dugaan pelanggaran etika tersebut ke KPU, agar diteruskan kepada asosiasi lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat untuk mendapatkan penilaian terhadap adanya dugaan pelanggaran etika.
Dan kalau berdasarkan hasil penilaian asosiasi, terbukti adanya pelanggaran etika, KPU menindaklanjutinya dengan menjatuhkan sanksi.
Berupa, peringatan atau pencabutan sertifikat terdaftar sebagai lembaga Penghitungan Cepat dalam penyelenggaraan Pemilu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.