Opini
Isra Miraj dan Pemilu: Perjalanan Politik Spiritual Nabi Muhammad SAW
Namun, dalam konteks kekinian yang juga beriringan dengan momentum tahun politik masih luput dari radar mereka.
Ada banyak kasus di mana aspek spiritualitas memengaruhi kebijakan politik dan sebaliknya.
Misalnya, nilai-nilai moral dan etika yang berasal dari ajaran agama dapat membentuk dasar kebijakan politik tertentu, seperti kebijakan kesejahteraan sosial atau perlindungan lingkungan.
Selain itu, ada juga fenomena politik spiritual yang menekankan pentingnya nilai-nilai spiritual dalam pengambilan keputusan politik dan tata kelola pemerintahan.
Ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam makna dan fokusnya, spiritualisme dan politik dapat saling mempengaruhi dalam konteks kehidupan sosial dan ketatanegaraan.
Ada pandangan lain yang menyatakan bahwa spiritualitas tidak selalu membutuhkan ritualitas, tetapi pada saat yang sama mengakui bahwa ritual dapat menjadi salah satu indikator atau alat untuk mencapai tingkat spiritualitas.
Ritual dapat dipandang sebagai cara bagi seseorang untuk membangun hubungan dengan Tuhan atau dimensi spiritual lainnya dengan merangsang berbagai komponen saraf yang menghasilkan suasana psikologis tertentu.
Namun, pandangan ini juga menekankan bahwa ritual tidak hanya berhenti pada dimensi pribadi, melainkan juga menjadi bagian dari kehidupan sosial.
Dalam konteks ini, spiritualitas dipahami sebagai sesuatu yang memiliki makna sosial yang lebih luas, bukan sekadar nilai subjektif bagi individu.
Artinya, spiritualitas tidak hanya memengaruhi kehidupan individu secara internal, tetapi juga mengejawantahkan dirinya dalam interaksi sosial dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam masyarakat.
Ini menunjukkan bahwa spiritualitas memiliki dampak yang signifikan dalam mempengaruhi dinamika sosial dan bukan sekadar sebuah pengalaman pribadi yang terisolasi.
Apa yang penulis sebut sebagai spiritualitas Nabi merupakan proses negosiasi yang dilakukan Nabi kepada Tuhan untuk kepentingan umatnya sehingga mencapai kemufakatan dan menjadi praktik yang dilaksanakan sehari- hari sampai hari ini.
Hal itu ia lakukan demi umatnya, meskipun harus bolak-balik beberapa kali.
Dalam perspektif ini, spiritualisme dikembangkan berdasarkan keyakinan bahwa manusia, alam, dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan yang diwujudkan melalui ketaatan pada aturan-aturan agama.
Manusia secara alami merupakan bagian dari Tuhan, dan ketika manusia melupakan-Nya, akan terjadi ketidakseimbangan dalam diri yang dapat mengakibatkan kebingungan bahkan kekosongan dalam kehidupan.
Salah satu kebaikan tertinggi dari spiritualitas ini adalah kemampuan manusia untuk menyatukan keinginannya dengan keinginan Tuhan, baik dalam aktivitas sehari-hari maupun dalam perlakuan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Dengan mengakui keberadaan Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya, manusia dapat mencapai keseimbangan spiritual dan memperoleh panduan moral yang diperlukan untuk hidup yang bermakna dan harmonis.