Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Uang Rp 696 M ke Mana? Masyarakat Keera Pertanyakan Hasil Jual Beli Kelapa Sawit di Lahan 1.934 Ha

Masyarakat Keera mempertanyakan ke mana perginya uang hasil jual beli Kelapa Sawit dilahan 1934 Hektare (ha) sebanyak Rp696 Miliar.

|
Penulis: M. Jabal Qubais | Editor: Sakinah Sudin
Tribun Timur/ M Jabal Qubais
Lokasi lahan warga yang dimandatkan PTPN XIV di Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. 

TRIBUNWAJO.COM, SENGKANG - Masyarakat Keera mempertanyakan uang hasil jual beli Kelapa Sawit di lahan 1934 Hektare (ha) sebanyak Rp696 Miliar.

Pasalnya, sejak tahun 2013 lalu lahan seluas 1934 ha yang berada di Dusun Cenranae dan Dusun bontomare, Desa Ciromanie tercatat sudah tidak lagi dikelola PTPN.

Hal itu usai ditandatanganinya surat perjanjian kesepakatan bersama antara PTPN XIV Keera, Masyarakat Kecamatan Keera dan Pemkab Wajo yang dibuat di Polda Sulsel, pada Selasa 30 April 2013 lalu.

Wawan, salah satu warga Keera mengatakan hal tersebut perlu dipertanyakan dan ditelusuri sebab pada tahun 2013, PTPN sudah menyerahkan lahan itu.

"Dan perlu diketahui lagi di tahun 2013 sampai 2023 di lahan 1934 ha dipenuhi dengan pohon kelapa sawit yang masih produktif," kata Wawan, Jumat (26/1/2024).

"Sebagai warga Kecamatan Keera tentu hal itu patut kami pertanyakan," lanjutnya.

Wawan khawatir hasil jual beli kelapa sawit di lahan 1934 ha tidak masuk ke kas negara.

"Pihak berwajib harus menelusuri hasil penjualan itu, sebab ada ratusan miliar uang dari hasil panen kelapa sawit jika di hitung selama 10 tahun," katanya

Wawan merinci jika harga hasil jual kelapa sawit itu dalam satu hektar senilai Rp3 juta maka kalau dikalikan dengan luas lahan 1934 ha maka nilai dari hasil jual kelapa sawit tersebut Rp 5,8 miliar perbulannya

Lanjut dia, Rp 3 juta estimasi harga jual sawit paling rendah yang dihitung per hektarnya.

"Bagaimana kalau seumpama nilai jual sawit itu lebih tinggi dari estimasi diatas, kan semakin banyak nilainya," imbuhnya.

"Coba dipikir baik-baik, sawit itu baru berhenti berproduksi nanti di tahun 2024 ini, karena sudah mulai diremajakan oleh PTPN," lanjut Wawan.

Wawan menambahkan, jika Rp5,8 miliar hasil jual beli kelapa sawit dalam sebulan itu dikali 10 tahun, maka totalnya Rp 696 miliar.

"Pertanyaannya ke mana uang itu, apakah masuk kas negara atau dinikmati oknum, silahkan ditelusuri. Kasus PTPN ini lebih seksi jika dibanding kasus Bendungan Paselloreng," ujarnya. 

Pemkab Wajo Diduga Tutupi Jual Beli Lahan Negara PTPN XIV di Keera Wajo

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wajo dinilai gagal selesaikan persoalan pemanfaatan lahan milik PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV ke masyarakat Keera.

Bupati Wajo, Amran Mahmud saat dikonfirmasi bahkan tidak mampu memberikan kepastian kepada warganya.

Padahal usai dilantik pada Februari 2019 lalu, Bupati Amran dengan lantang menaruh janji dan harapan di hadapan 918 Kartu Keluarga (KK) atau 4.000 jiwa yang terdampak akan menyelesaikan persoalan teresebut.

Di penghujung masa jabatannya yang akan berakhir pada Februari 2024 mendatang, Pemkab Wajo justru kebingungan untuk mencari solusi agar 4.000 warga Kecamatan mendapatkan haknya yang telah diberikan PTPN XIV Keera.

"Kami sejak awal terus mengawal dan membangun komunikasi kepada semua pihak yang terkait utamanya PTPN XIV," kata Bupati Wajo Amran Mahmud saat dikonfirmasi Tribun-Timur.com, Selasa (23/1/2024).

Belum diketahui pasti kendala Pemkab Wajo sehingga persoalan lahan 1.934 hektare yang notabene sudah dimandatkan PTPN XIV Keera ke Pemkab Wajo untuk dibagi ke masyarakat terdampak.

Ia beralasan lahan seluas 1.934 ha yang ditunjuk PTPN XIV Keera belum diketahui titik kordinatnya.

Padahal dalam surat perjanjian kesepakatan bersama antara PTPN XIV Keera, Masyarakat Kecamatan Keera dan Pemkab Wajo yang dibuat di Polda Sulsel, pada Selasa, 30 April 2013 lalu dalam poin pertama sudah menerangkan bahwa lokasi lahan 1.934 ha berada di Dusun Cenranae dan Dusun Bontomare, Desa Ciromanie.

"Pastilah kami mengakui (surat perjanjian kesepakatan) tapi harus ditunjukkan dengan jelas lokasi yg mana dimaksud. Harus dipastikan dulu titik kordinatnya karena perlu diverifikasi," katanya.

Sementara, Sekretaris Daerah (Sekda) Wajo, Ir Armayani menjelaskan surat perjanjian kesepakatan yang dibuat pada tahun 2013 lalu sudah tidak bisa dilaksanakan lagi dengan perkembangan regulasi yang sudah membatasi.

"Pola pelepasan hak tidak memungkinkan lagi dengan regulasi yang baru. Sehingga ditempuh pola pengelolaan lahan dengan sistem pemanfaatan lahan oleh masyarakat yang proses tahapannya masih diupayakan difasilitasi antara PTPN XIV dengan masyarakat yang ada dilokasi tersebut," katanya.

D isisi lain, Warga Kecamatan Keera, Wawan mengatakan, penjelasan Bupati dan Sekda Wajo semakin memperjelas ketidak berpihakan pemerintah kepada warganya.

Alasan ketidak tahuan terkait titik kordinat lahan dan persoalan regulasi hanya alasan pemerintah untuk menutupi fakta yang terjadi kalau lahan yang ada di Dusun Cenranae dan Dusun Bontomare, Desa Ciromanie telah banyak diperjual belikan.

"Pemerintah tidak akan berani menjalankan isi surat kesepakatan bersama tersebut, sebab jika itu dilaksanakan maka akan ketahuan siapa yang membeli siapa yang menjual lahan dan itu yang mau ditutupi pemerintah," jelasnya.

Sejauh ini Masyarakat Keera hanya ingin memanfaatkan lahan yang diberikan PTPN XIV Keera untuk bercocok tanam agar bisa mencukupi sandang dan pangan keluarga.

"Yang perlu pemerintah ketahui, masyarakat hanya ingin memanfaatkan lahan itu untuk berkebun. Adapun soal pelepasannya kami akan patuh terhadap aturan," jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved