Opini
Pemilu 2024 Wujudkan Demokrasi Sehat dan Birokrasi Bersih
Perhelatan politik ini tentunya, berbagai kalangan sangat beratusias dalam memilih pemipin Indonesia yang menentukan nasib bangsa kedepannya.
Oleh: Muhammad Fauzi B Tokan
Constitution Law Activist
KONTESTASI pemilihan umum tahun 2024 kini tinggal menghitung hari, berbagai persiapan telah disiapkan untuk menyambut pesta demokrasi tahun ini.
Perhelatan politik ini tentunya, berbagai kalangan sangat beratusias dalam memilih pemipin Indonesia yang menentukan nasib bangsa kedepannya.
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, calon legislative baik pusat maupun daerah serta calon senator hari ini, masif dalam mengelar kampanye di berbagai daerah diseluruh Indonesia.
Pemilihan umum 2024 ini merupakan ruh dari demokrasi yang bertujuan untuk memperbaiki system kenegaraan sebagai langkah dalam mewujudkan kualitas demokrasi yang sehat serta menciptakan birokrasi yang bersih.
Demokrasi kini telah menjadi arus utama Negara-negara.
Dewasa ini persyaratan Negara demokrasi ialah menyelenggarakan pemilu.
Pemilu sebagai suatu mekanisme dalam mewujudkan demokrasi itu sendiri yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Hal ini telah juga telah diakui oleh organisasi Inter-Parliamentary Union melalui Universal Declaration on Democracy pada 16 September 1997 di Kairo.
Dalam deklarasi tersebut, ditegaskan bahwa elemen kunci untuk menjalankan demokrasi adalah menyelenggarakan pemilihan yang jujur dan adil secara berkala.
Sebagai elemen kunci pelaksanaan demokrasi tentu saja, pemilu harus diselenggarakan secara demokratis.
Sifat demokratis dalam pemilihan umum diperlukan untuk menjaga agar mekanisme dari demokrasi dapat mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
Sebagaimana tujuan yang hendak dalam pemilihan umum yang diatur dalam UU Pemilu yang pada prinsipnya ingin memperkuat system ketatanegaraan yang demokratis.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Pemilu telah dilaksanakan beberapa kali dengan gaya yang berbeda-beda.
Indonesia tercacat pertama kali menyelenggarakan Pemilu pada tahun 1955 pada masa domokrasi liberal atau demokrasi konstitusional, Pemilu tahun 1955 menjadikan satu-satunya Pemilu pada era Orde Lama.
Memasuki era transisi Orde Lama ke Orde Baru, Pemilu kemudian diselenggarakan lagi pada tahun 1971 dengan mengunakan UU 15/1969 sebagai dasar dalam pelaksanaan Pemilu tersebut.
Pada masa pemerintahan Soeharto yang memerintah selama 32 tahun, tercatat 6 (enam) kali menyelenggarakan Pemilu yaitu pada tahun 1982, 1989, 1992 dan 1997.
Setelah tergulingnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998 Pemilu lantas dipercepat dan kembali dilaksanakan pada tahun 1999, mengingat pada saat itu terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia.
Pasca Pemilu yang dilaksanakan pada Orde Baru, Pemilu kemudian dilaksanakan lagi di era Roformasi yaitu pada tahun 2004, Pemilu kali ini cukup berbeda dengan Pemilu sebelumnya lantaran terjadi perubahan amandemen UUD 1945, yang mengubah mekanisme.
Pemilu dalam memilih Presiden maupun anggota Parlemen yang langsung dipilih oleh rakyat.
Mekanisme ini kemudian terus digunakan pada Pemilu selanjutnya itu tahun 2009, 2014 dan 2019.
Dari penyelenggarakan Pemilu pada tahun-tahun sebelumnya belum bisa dijadikan parameter dalam melihat keberhasilan dalam melaksanakan Pemilu, akan tetapi suatu pemilihan umum dikatakan berhasil apabila dilaksanakan dengan prinsip free and fair election.
Pemilu seharusnya dijalankan dengan jujur dan adil tanpa adanya suatu kecurangan maupun pelanggaran.
Kecurangan dalam Pemilu nantinya akan membawa preseden buruk bagi penyelenggaran Negara kedepan, praktik-praktik kecurangan ini akan berdampak pada tingkat kepuasan masyarakat terhadap demokrasi.
Muatan muatan pelanggaran dalam Pemilu juga menjadi sasaran empuk bagi peserta yang haus akan kekuasaan.
Hal tersebut dikarenakan karakter pemilu merupakan suatu kompetisi politik yang dimana segala upaya dilakukan untuk menghalalkan kemenangan bahkan menabrak aturan sekalipun.
Hal demikian akan sangat berdampak pada penyeleggaraan Negara pasca Pemilu nanti.
Penyelenggaraan Negara dijalankan hanya sebagai sarana untuk legitimasi kekuasaan, prinsip check and balances tidak akan dijalankan oleh lembaga kekuasaan Negara, bahkan kemungkinan paling buruk ialah demokrasi semakin teregresi yang akan membawa pengaruh terhadap birokrasi yang semakin kotor dalam penyelenggaraanya.
Sikap koruptif muncul organ pemerintahan serta pemerintahan tidak lagi dijalakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pada pemilihan umum tahun 2024 ini, diperlukan pelaksanaannya sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga Negara yang berhak memilih sesuai dengan kehendaknya serta perserta Pemilu mendapatkan hak politik yang sama dalam mengikuti Pemilu.
Bukan bukan hanya warga Negara dan peserta Pemilu, Penyelenggara Pemilu juga harus melaksanakan dengan jujur dan adil.
Sehingga pelaksanaan Pemilu nantinya dapat mewujudkan cita bangsa Indonesia yang memberikan jaminan akan demokrasi sehat dan birokrasi yang dilaksanakan dengan bersih.
Sehingga manisfestasi demokrasi sehat dan birokrasi yang bersih akan tercapai dengan Pemilu tahun 2024 yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip free and a fair election.
Didasarkan pada demokratisasi Pemilu yang harus ditanamkan baik itu kepada peserta pemilu, pemilih dan penyelenggara pemilu.
Dengan demikian output dari Pemilu tahun 2024 nantinya akan membawa banyak perubahan bagi bangsa Indonesia.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.