Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Citizen Reporter

Cambukan Api Mendunia: Restuan Lubis

Restuan Lubis atau akrab disapa Restu seorang anak desa yang berhasil bertualang dan menimba ilmu di luar negeri.

|
Penulis: CitizenReporter | Editor: Sukmawati Ibrahim
zoom-inlihat foto Cambukan Api Mendunia: Restuan Lubis
citizen reporter
Restuan Lubis atau akrab disapa Restu seorang anak desa yang berhasil bertualang dan menimba ilmu di luar negeri.

Restu sendiri termasuk orang yang pintar sejak kecil, ia pernah lompat kelas langsung naik ke kelas dua SD atas perintah kepala sekolah langsung.

Ada suatu ketika yang ia sebut Cambukan Api bagi dirinya serta menjadi alasan yang kuat untuk ia harus belajar lebih giat, mendapatkan prestasi, dan juga memasang impian setinggi-tingginya. 

Cambukan Api itu bermula saat ia menduduki bangku kelas dua di SDN 01 masimbu yang bertempat di Desa Bambaloka.

Celana merah hati yang ia gunakan untuk ke sekolah sobek, Celana itu merupakan pemberian dari orang lain yang sebelumnya sudah robek juga tetapi selalu dijahit oleh ibunya, sampai akhirnya celana itu tidak lagi layak untuk dijahit kembali.

Karena sudah membutuhkan celana sekolah yang baru, maka sang ayah harus ekstra bekerja lagi di lahan orang lain. 

Saat kejadian itu, mereka mendapatkan doktrin dari para masyarakat Desa dengan dengan bahasanya yang mengatakan "untuk apa sekolah, mending bantu orang tua saja di kebun" Sesuai dengan kondisi kebanyakan anak-anak seusianya lebih memilih bekerja di kebun dari pada sekolah.

Mendengar hal itu, Restu tidak memperdulikannya, ia hanya bisa menangis kepada ibunya dengan keinginan untuk terus dapat melanjutkan sekolahnya. 

Akhirnya sang ibu pun luluh, dan tetap mengiyakan keinginan putra nya itu.

Dikarenakan coklat belum siap panen waktu itu, ibunya pun terpaksa harus memanen lebih awal coklat itu walaupun mendapatkan harga miring dari para pembeli coklat.

Ia bersama ibunya berangkat ke kebun yang bertempat di Bukit Sangge dengan jalan yang belum cukup layak untuk dilewati. 

Restu bersama ibunya pulang selesai memanen dan pulang di waktu magrib, saat itu ia berjalan kaki selama satu jam setengah pulang balik dengan dikelilingi hutan-hutan.

Ia melewati jalan yang gelap, terjang dan licin karena hujan membuat Restu dan ibunya jatuh terguling ke bawah bersama dengan coklat mentah yang ia bawa.

Restu langsung bangkit bersama ibunya dan memungut kembali coklat dengan kondisi gelap serta hujan yang mengiringi sehingga membuatnya kesulitan membedakan coklat dengan bebatuan. 

Semenjak kejadian itu ia pun merasa dirinya tak pantas untuk bekerja di kebun, dan ingin sukses dengan sekolahnya.

Cambukan api inilah yang sering ia gunakan untuk menjawab pertanyaan "Kenapa sih mau studi di luar negeri? Kenapa mau susah susah belajar sampai jauh dari orang tua.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved