Uang di Kongres HMI
AKHIR pekan lalu, ribuan kader HMI viral di media massa, setelah aksinya menggelar unjuk rasa dan membakar ban di pelabuhan Soekarno Hatta Makassar Su
Oleh: Mulawarman
Jurnalis, Alumni HMI
TRIBUIN-TIMUR.COM - Akhir pekan lalu, ribuan kader HMI viral di media massa, setelah aksinya menggelar unjuk rasa dan membakar ban di pelabuhan Soekarno Hatta Makassar Sulawesi Selatan.
Aksinya dilakukan sebagai cara meminta paksa pihak PT Pelni untuk memberangkatkan seluruh anggota HMI Sulselbar ke tempat Kongres HMI ke-32 di Pontianak, meski tidak punya tiket.
Meski pihak PT Pelni akhirnya memberangkatkan para kader HMI tersebut, setelah mendapat jaminan penggantian uang tiket oleh pihak pemerintah setempat, namun aksi itu jelas menumbuhkan keprihatinan.
Betapa aksi mereka bukan hanya telah mengganggu ketertiban umum namun juga mencoreng citranya sendiri yang kerap mengklaim diri sebagai kelompok intelektual.
Terlebih lagi sebagai kader HMI yang mengaku diri sebagai insan akademis, pencipta, dan pengabdi.
Event kongres HMI memang kerap menjadi magnit tersendiri bagi kader-kader HMI di daerah.
Karena bukan hanya menjadi ajang menentukan pimpinan Pengurus Besar HMI untuk tiga tahun ke depan, namun juga kongres menjadi wadah silaturahmi nasional dari seluruh kader se-Indonesia.
Melalui wadah itulah, kesempatan berjejaring akan semakin luas, baik sesama kader maupun dengan para senior yang telah lebih dulu berkiprah di berbagai bidang.
Tidak hanya itu, kongres sejatinya menampilkan gengsi tersendiri.
Pasalnya, setelah berkarir panjang, mulai dari kader, pengurus komisariat, koordinator komisariat (korkom), cabang, badan koordinasi (Badko), hingga puncaknya adalah di level Pengurus Besar (PB HMI).
Untuk menuju puncak, jelas tidak mudah.
Semuanya ingin ke sana.
Mengingat kesempatan dan peluang serta tentu saja privilege yang mungkin akan diperoleh sebagai ketua umum.
Untuk terpilih, mereka harus mengumpulkan suara dalam jumlah yang tidak sedikit.
Pada Kongres ke-32 yang digelar di Pontianak Kalbar ini saja, data panitia menyebutkan sebelum pemilihan pada 24-29 November sudah menerima 40 berkas calon ketua umum.
Mereka akan memperebutkan suara-suara dari cabang HMI yang berjumlah lebih dari 200an, yang tersebar di 300 kabupaten/kota di Indonesia.
Jumlah pemilih boleh jadi berkurang atau bertambah sesuai perkembangan di lokasi.
Hanya saja, untuk mendapat dukungan itu ternyata tidak gratis.
Pengalaman dari kongres-kongres sebelumnya, membuktikan kandidat ketua umum PB HMI bukan hanya perlu intelektual, tapi juga kapital alias uang.
Kongres HMI ke XXV di Makassar beberapa tahun lalu, misalnya terekam media para kandidatnya diduga mengeluarkan uang miliaran (Sumber: detik,24/2).
Uang itu digunakan tidak hanya untuk mendukung acara, namun juga servis untuk para pemilih.
Pasalnya, para pemilik suara itu tidak hanya mendapat layanan kamar hotel bintang 3, namun juga ongkos pulang dan uang jajan.
Sebatas akomodasi kegiatan boleh jadi biaya yang dikeluarkan masih wajar.
Namun bila sudah ketahap servis layanan, patut dipertanyakan.
Karena dampaknya tentu saja, bukan hanya pada citra kongres HMI menjadi event yang berbiaya mahal, namun juga menimbulkan praktik lain, berupa laku sejumlah kader yang datang ke senior-senior untuk dimintakan dukungan.
Hal ini jelas kultur yang tidak sehat.
Sebagai aktivis muda, menyediakan kapital untuk pencalonan dalam jumlah ratusan bahkan hingga milyaran jelas bukan perkara mudah.
Apalagi bila mereka profesinya hanya sebagai pure aktivis.
Endorse atau dukungan dari pihak tertentu saat pencalonan jelas akan menumbuhkan budaya patron-klient yang kuat di antara PB HMI dengan tokoh tersebut yang tentu saja akan mengganggu independensi kelembagaan.
Praktik ini boleh jadi berjalin kelindan dengan demokrasi elektoral di internal HMI yang mahal.
Bila selama ini masih berkembang bahwa dibalik setiap suara pemilih ada nilai nominalnya, jelas akan sulit mengubah pelaksanaan Kongres HMI yang ramah dan murah dikantong.
Di satu sisi, organisasi ini tidak memiliki mesin ekonomi yang stabil, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kemajuan pengkaderan.
Namun, upaya ke arah itu tetap harus ditempuh.
Karena HMI punya tradisi dari para pendahulunya yang telah mengajarkan bahwa intelektual menjadi modal utama dalam masa depan kepemimpinan PB HMI.
Bagaimana para mantan-mantan ketua PB HMI lahir dan terpilih karena memang punya kapasitas intelektual dan leadership yang mumpuni.
Sehingga kader terbaik berkesempatan memimpin.
Di sisi lain, upaya menyiapkan cadangan ekonomi dalam rangka mendukung kinerja organisasi, PB HMI khususnya KAHMI tempat berkumpulnya Alumni HMI perlu lebih aktif didorong memiliki kemandirian.
Terutama dalam mengaktifkan unit-unit yang dapat menggerakan bisnis.
Bila sejauh ini kader-kader terlalu menggantungkan support kegiatan pada jaringan para alumni KAHMInya, maka ke depan melalui unit bisnis yang dibangun akan bisa lebih mandiri.
"Tidak salah jika PB HMI dan KAHMI mencontoh cara Muhammadiyah, Ormas terkaya di Asia, mencapai kemandiriannya," kata Jamaluddin Syamsir mantan Ketua HMI Cabang Makassar.
Kemitraan PB HMI dengan para senior maupun organ KAHMI harus diarahkan pada level yang lebih produktif.
Dalam bahasa sederhana: para kader disiapkan kail dibandingkan umpan.
Sekaligus tentu saja kolamnya.
Pasalnya, jangan sampai kolamnya milik orang lain, sehingga kail yang diberikan justru tidak bisa dipakai, karena kolamnya sudah bukan lagi milik kita, tapi negara lain.
Dengan skema itu diharapkan, para kader HMI lebih mandiri.
Sehingga tidak ada lagi calon ketua umum yang bergantung kapital dari para seniornya.
Dan Demokrasi di HMI akan menjadi lebih sehat. Semoga.(*)
Thom Haye Bintang Persib Jadi Pemain Termahal di Super League, PSM Makassar Tersingkir dari 10 Besar |
![]() |
---|
Kenakan Passapu dan Gandeng 10 Model Berkaus Kampanye, Marhaen Hardjo Daftar Calon Rektor Unhas |
![]() |
---|
Ayah Kandung di Kajang Bulukumba Tersangka Penganiayaan Anak |
![]() |
---|
Wali Kota Makassar Dijadwalkan Buka Orientasi Mahasiswa Baru UT Makassar |
![]() |
---|
Profil Hotel Sahid Makassar, Dirobohkan Pakai Ekskavator Setelah Enam Tahun Tak Beroperasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.