Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Tapak Tilas Gerakan Berkemajuan

Perseteruan antara kaum muda dan kaum tua juga semakian menguat; di antara mereka ada yang bersikap konservatif terhadap penjajah

Editor: Sudirman
Ist
Abdul Kahar, Alumnus Program Pascasarjana Sejarah dan Peradaban Islam UIN Alauddin Makassar 

Ia menyadari bahwa keterbelakangan bangsanya diakibatkan oleh politik penjajahan yang saat itu digencarkan oleh Belanda.

Keterbelakangan yang dialami oleh masyarakatnya sangat terlihat dari praktik bid’ah dan khurafat yang semakin marak dilakukan oleh masyarakat.

Pengalamanya di Sumatera Barat mengenalkan ajaran Islam yang benar; yang tentu bertentangan dengan berbagai praktek menyimpang tersebut.

Moentoe mulai mendiskusikan hal tersebut dengan tokoh-tokoh setempat, termasuk di antaranya dengan Sayyid Hamid, tokoh yang kelak akan mendampingi Moentoe dalam melancarkan berbagai gerakannya.

Diskusi tersebut berjalan hangat, hingga akhirnya diputuskan bahwa pergerakan yang akan dibuka sebagai wadah perjuangan di Labakkang adalah Muhammadiyah.

Kehadiran Muhammadiyah di Labakkang membawa angin segar bagi masyarakat lokal.

Muhammadiyah membawa gerakan pembaharuan Islam dan melakukan berbagai program untuk mencerdaskan generasi.

H.S.D. Moentoe sebagai ketua sekaligus inisiator berhasil menggait para bangsawan, Muhammadiyah mendapat dukungan dari bangsawan hingga akhirnya membangun masjid di Bontonompo sebagai pusat dakwah dan ibadah bagi kaum Muhammadiyah di Labakkang.

Mendirikan Madrasah Muhammadiyah Labakkang

Pendirian masjid Muhammadiyah di area Bontonompo dipandang belumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Islam bagi bangsanya di Labakkang. H.S.D.

Moentoe menyadari bahwa tanah jajahan Belanda membutuhkan generasi berpendidikan; generasi yang siap berhadapan dengan berbagai kompleksitas perubahan kehidupan di masa mendatang.

Kesadaran tersebut membuat Moentoe berpikir untuk membuat madrasah yang lebih modern dalam mempersiapkan generasi yang lebih matang.

Muhammadiyah sebagai wadah yang baru berdiri menjadi perbincangan hangat bagi masyarakat.

Ditambah lagi, gerakan ini diusung oleh pemuda bangsawan progresif dan anak raja yang amat dicintai oleh rakyatnya.

Moentoe termasuk satu-satunya anak bangsawan yang beruntung pernah mengenyam pendidikan dari ulama-ulama pembaharu di Sumatera Barat.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved