Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tokoh Sulsel di TKN Prabowo

Fahri Bachdim Pakar Hukum UMI dan Wakil Komandan Echo Prabowo-Gibran: Etik Sulit Anulir Putusan MK

Diketahui sebelumnya putusan MK terkait ketentuan tambahan pengalaman menjabat dari keterpilihan Pemilu dalam syarat usia minimal Capres-Cawapres.

|
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
ist
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fahri Bachmid memberikan pandangannya terkait polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Saat ini Fahri Bachdim juga berstatus Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) di Tim Kampanye Nasional atau TKN Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Diketahui sebelumnya putusan MK tersebut terkait ketentuan tambahan pengalaman menjabat dari keterpilihan Pemilu dalam syarat usia minimal Capres-Cawapres.

Sehingga dibentuklah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman, Fahri Bachmid lantas memberikan pandangan serta analisis hukumnya.

Fahri Bachmid berpendapat bahwa sebenarnya jika ditelaah lebih jauh secara cermat, baik dari aspek filosofis maupun legalistik, tidak cukup terdapat argumentasi yang memadai untuk dengan mudah menjustifikasi bahwa produk putusan dari lembaga etik dapat membatalkan produk putusan MK. 

Sebab pada hakikatnya MK dengan putusannya adalah organ konstitusional yang sangat limitatif terkait dengan kewenagan atributifnya.

Baca juga: Demi Menangkan Prabowo-Gibran, Arief Rosyid Mundur dari Komisaris BSI: Saya Izin Bapak Erick Thohir

Baca juga: 6 Tokoh Sulsel Masuk TKN Prabowo-Gibran : Eks Menteri, Pengusaha Hingga Aktivis HMI Unhas

Termasuk sifat putusannya yg bercorak "ergo omnes" maupun "final and binding". 

Dengan demikian, sepanjang mengenai produk putusan yang telah dikeluarkan MK, sama sekali tidak dibuatkan sebuah mekanisme banding atau peninjauan kembali untuk mereview terhadap segala hal.

"Baik materil maupun formil yang melingkupinya, apakah yang berkaitan dengan keadaan atau fakta hukum tertentu, aspek legal serta prosedur hukum acara dan seterusnya," kata Fahri Bachmid, Senin (6/11/2023).

Tidak terkecuali unsur dinamika yg terjadi dalam proses pengambilan putusan dalam forum rapat permusyawaratan hakim (RPH).

"Semisal terdapat pendapat berbeda "dissenting opinion" dan/atau alasan hukum yang berbeda "concurring opinion" para hakim konstitusi, tetapi ketika telah dibacakan dalam forum persidangan yang terbuka untuk umum," paparnya.

Dengan demikian, maka tentunya disitulah letak keabsahan dan atau keberlakuannya.

Apakah sifatnya putusan MK yang "Self Implementing", atau "Legally Null And Void" atau "Conditionally Constitutional" dan ataukah yang "Conditionally Unconstitutional".

Sehingga, dikatakan Fahri Bachmid, tidak tersedia alat konstitusional untuk dapat mengujinya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved