Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilpres 2024

Putusan Mahkamah Konstitusi Tidak Sah? KPU Bisa Tolak Gibran Sebagai Cawapres Pendamping Prabowo

Prabowo dan Gibran pun sudah resmi mendaftar di KPU bahkan sudah menjalani tes kesehatan dan dinyatakan lolos.

Editor: Alfian
Tribunnews.com
Bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama sebelum mendaftar di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Bakal Capres dan Cawapres untuk Pilpres 2024 saat ini sudah diumumkan ada 3 pasangan yakni Anies-Muhaimin (AMIN), Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran.

Nama pasangan Capres dan Cawapres terakhir muncul setelah adanya putusan MK yang membatalkan terkait batasan usia.

Dengan demikian Gibran Rakabuming Raka pun digaet Prabowo sebagai pendampingnya melenggang ke Pilpres 2024.

Prabowo dan Gibran pun sudah resmi mendaftar di KPU bahkan sudah menjalani tes kesehatan dan dinyatakan lolos.

Namun terkait penetapan Capres-Cawapres KPU belum mengumumkan.

Baca juga: Pengamat Soroti Presiden Jokowi Hanya Undang Capres Anies Prabowo Ganjar : Ada Gibran Bisa Canggung

Belakangan kembali bergulir terkait keabsahan putusan MK.

Bahkan muncul anggapan jika putusan MK yang meloloskan Gibran maju sebagai cawapres pun dianggap tidak sah.

KPU pun dinilai bisa menolak kepesertaan Gibran nantinya.

Bagaimana penjelasannya? Simak paparan dari Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus :

Saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) dirusak hingga dijuluki Mahkamah Keluarga karena sembilan Hakim Konstitusinya tersandera kemandiriannya oleh perilaku Hakim Konstitusi Anwar Usman, karena memiliki konflik kepentingan dalam mengadili perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, tentang Uji Materiil pasal 169 huruf q  UU No. 7 Tahun 2017, Tentang Pemilu terhadap UUD 1945.

Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 ibarat bayi yang lahir mati.

Alasannya karena pada saat amarnya diucapkan Anwar Usman, maka saat itu juga putusan MK dimaksud langsung berstatus sebagai putusan yang tidak sah.

Secara norma, hanya ada dua alasan yang membuat Putusan MK kehilangan sifat final and binding, yaitu:

Pertama, jika Ketua Majelis Hakim Konstitusi tidak memenuhi ketentuan pasal 28 ayat (5) UU No 24 Tahun 2003, yaitu Putusan MK diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dan pasal 28 ayat (6), tentang MK, yang menyatakan "tidak terpenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) berakibat putusan MK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kedua, jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 17 ayat (5) maka sesuai ketentuan pasal 17 ayat (6) UU No.48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman, maka putusan Hakim Konstitisi dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved