Opini
'Sumpah', Pemuda itu Pancasilanya di Hati Jabatan Urusan Nanti
Produk hasil perjuangannya berupa perabot politik bernama kursi yang selalu nyaman diduduki selama 5 tahun.
Anshar Aminullah
(Wk. Ketua Dewan Pakar Pemuda Pancasila Sulsel)
TRIBUN-TIMUR.COM Ini bukan nostalgia, dan ini bukan romantisme masa lalu.
Peristiwa ini perlu di refresh secara berkesinambungan, bahwa tepat 95 tahun lalu, sekelompok anak muda dari berbagai penjuru nusantara, mereka membangun sebuah komitmen kebersamaan tanpa harus saling curiga dikhianati oleh karena mendadak ada warga baru dalam lingkaran koalisi.
Mereka menyatukan tekad yang tidak disusupi rasa was-was akan ada yang meloncat ke kelompok lainnya guna membangun deal-deal politik bernama jabatan di masa mendatang.
Mereka adalah sekelompok pemuda yang matang dan teruji kualitas SDMnya bukan dua tahun, tapi puluhan tahun di medan pertempuran dan di meja perundingan.
Mereka bukan para pemuda yang numpang popularitas pada orang tuanya oleh karena ibu-bapak mereka sedang berkuasa di salah satu kerajaan di pelosok nusantara, lantas itu menjadi alasan utama mendaulatnya menjadi pimpinan delegasi untuk ikut mengikrarkan sumpah pemuda di 28 Oktober 1928.
Beda jaman toh! Benar, sekarang jamannya telah berbeda.
Mereka dahulu kala melakukan pencurahan kedirian sebagai manusia yang ingin merdeka secara terus menerus kedalam medan pertempuran dalam setiap serangan mereka pada penguasaan para penjajah.
Setelahnya mereka juga menyandang kembali produk hasil perjuangannya berupa kemenangan, lalu melakukan peresapan kembali nilai-nilai perjuangan dan kemenangan itu sebagai sebuah kesadaran, bahwa ini demi anak cucu mereka dan demi kejayaan sebuah bangsa bernama Indonesia.
Jaman sekarang juga bedanya cukup tipis. Saking tipisnya, tak sedikit diantara kaum muda kita yang cukup sensitif terutama dalam merasakan setiap upayanya berjuang untuk hidup.
Bukannya menjadi pribadi yang kuat tapi justru menjadi personal yang "baper" dan "alay", dimana doanya bukan tercurah di atas sajadah namun terurai di atas kolom status media sosial.
Juga tak sedikit generasi sekarang ini, dimana pencurahan kediriannya sebagai manusia yang telah merdeka di beberapa kondisi dimanifestasikan dalam setiap "serangan fajar" pada upaya penguasaan suara terhadap caleg-caleg saingan.
Produk hasil perjuangannya berupa perabot politik bernama kursi yang selalu nyaman diduduki selama 5 tahun.
Kesadaran Palsu
Budaya luar yang banyak dikonsumsi remaja kita seolah telah melahirkan individu lain di luar lain di dalam.
Surat Terbuka kepada Presiden Prabowo terkait Immanuel Ebenzer: Aura, Karakternya Terlalu Penjilat |
![]() |
---|
Desentralisasi, Keterbatasan Fiskal, dan Inovasi Pemerintah Daerah di Indonesia |
![]() |
---|
Elon Musk dan America Party |
![]() |
---|
Mengenang Dr Aswar Hasan: Dedikasi hingga Akhir Hayat dan Persahabatan Abadi |
![]() |
---|
Belajar dari Dunia: Mengapa Indonesia Perlu Menjaga Keragaman Beragama? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.