Warga Maros Gunakan Air Empang

TRIBUN-TIMUR.COM - Sudah empat bulan Warga Desa Tupabiring, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, mengalami krisis air bersih.

Untuk bertahan di tengah krisis air bersih, warga mengandalkan sumur tadah hujan.

Namun, beberapa waktu terakhir, sumur tadah hujan juga sudah mengering.

Kepala Desa Tupabiring, Muhammad Arif, menjelaskan sesuai pengalaman tahun-tahun sebelumnya, air sumur tadah hujan memang hanya bisa bertahan hingga bulan Agustus.

"Dulu warga itu mengambil air dengan cara manual, sekarang sudah menggunakan mesin jadi sumurnya lebih cepat mengering," terangnya.

Akibat mengeringnya sumur tadah hujan ini, sebagian warga terpaksa menggunakan air empang untuk keperluan sehari-hari.

"Terpaksa warga gunakan air empang karena sumur tadah hujan sudah kering kerontang," ujarnya.

Selain menggunakan air empang, warga desa di pesisir pantai ini, juga kadang membeli air.

Harganya mulai Rp 90 ribu.

"Mobil pick up angkut 2 tandon isi 2400 liter dibeli dengan harga Rp 90-100 ribu tergantung jarak tempuhnya. Air ini bisa tahan satu minggu. Kalau mobil tangki 5000 liter harganya Rp160 ribu dan bisa tahan 2 minggu," terangnya.

Ia menyebutkan, biasanya ada bantuan air bersih yang disalurkan dari BPBD dan PMI Maros.

Hanya saja, jumlahnya terbatas dan tidak mengcover seluruh warga.

"Bantuan air ini kan digilir juga dibeberapa desa lain, terus jumlahnya itu tidak cukup untuk seluruh warga desa," terangnya.

Warga Desa Tupabiring, Arifin, mengaku hanya sesekali membeli air.

Pasalnya harganya yang cukup mahal sehingga membebani perekonomian keluarga.