Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Kita dan Bencana Alam

Catatan United States Geological Survey mengungkap, negara ini punya catatan gempa bumi terbanyak di dunia.

Editor: Saldy Irawan
Dok Pribadi
Muh Zulkifli Mochtar/Doktor alumni Jepang, bermukim di kota Tokyo 

Oleh: 
Muh Zulkifli Mochtar
Doktor alumni Jepang, bermukim di Tokyo


TRIBUN-TIMUR.COM - Saya sangat sering mengupas topik bencana alam di kolom ini. Mengapa? Pertama, Indonesia dan Jepang sama-sama berada pada zona cincin api (ring of fire). Sejarah bencana dunia memperlihatkan, Jepang telah lama hidup ditengah bayangan berbagai bencana alam.

Catatan United States Geological Survey mengungkap, negara ini punya catatan gempa bumi terbanyak di dunia.

Selain itu juga belasan jenis angin topan rutin menghantam Jepang setiap tahun. Umumnya terjadi awal September hingga Oktober. Makanya, bepergian ke Jepang di musim gugur, berhati-hatilah dengan resiko ini. Angin topan biasanya datang bersamaan curah hujan intensitas tinggi, sehingga bisa berefek banjir juga tanah longsor.

Indonesia pun demikian. Menurut BPNB, di tahun 2022 tercatat ada 10.792 aktifitas gempa melanda negeri kita. 22 diantaranya gempa yang merusak. Juga Longsor, banjir, kekeringan juga selalu mengancam setiap tahun. 

Kedua, kita dan bencana akan terus hidup berdampingan. Bencana alam membuat kita takut, tetapi rasa takut itu tidak memberikan hasil apapun jika tidak dijadikan alasan untuk lebih mawas diri. Kita tidak hanya butuh ketangguhan ketika bencana muncul, tapi juga disaster prepredness bagus sebelum bencana terjadi. Butuh paradigma kuat sadar bencana.

Karena sulit memastikan kapan bencana alam terjadi, negara maju di dunia terus mencoba berbagai cara persiapan.

Tidak salah Colin Powell pernah menyatakan “There are no secrets to success. It is the result of preparation, hard work, and learning from failure”. Belajar dari kegagalan terdahulu adalah persiapan utama menuju sukses.

Salah satu contoh kota Rotterdam Belanda misalnya, setelah bencana banjir besar tahun tahun 1953, mereka membuat banyak dam, bendungan, memperbanyak taman dan area publik penampung air darurat.

Flood control measure memang butuh telaah dari bencana banjir terdahulu, lalu mulai start membangun infrastruktur tepat, berkonsep dan berteknologi sesuai kondisi wilayah, melalui investasi dan komitmen pengerjaan jangka panjang.

Thailand pun demikian. ‘No repeat of 2011 flood chaos' begitu judul berita Bangkok Post bulan September tahun lalu.

Setelah dihantam banjir hebat melumpuhkan berbagai wilayah Thailand selama beberapa bulan di tahun 2011.

Pemerintah dan para ahli menyatakan telah mengambil berbagai tindakan memadai dan menyatakan Thailand tidak akan menghadapi terulangnya banjir besar tahun 2011 lagi.

Menteri Dalam Negeri Anupong Paojinda mengatakan, berdasar pengalaman tahun 2011, beberapa water retention areas telah dibuat dengan systematic water managements berdasar situasi juga pengelolaan air banjir untuk digunakan di musim kemarau.

Ketiga, agar kita tidak dengan mudah melupakan bencana yang pernah terjadi sebelumnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved