Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Pelajaran dari Prancis

Semuanya berawal dari tragedi penembakan seorang polisi yang membunuh Nahel, bocah laki-laki keturunan Aljazair, di Nanterre pada 27 Juni 2023.

Editor: Sudirman
Ist
Ardan Marua, Pemerhati Politik dan Demokrasi 

Oleh: Ardan Marua

Pemerhati Politik dan Demokrasi

Prancis, negara yang terkenal dengan sejarahnya yang gemilang dan nilai-nilai liberté, égalité, dan fraternité, belakangan ini menjadi pusat perhatian warga dunia akibat gelombang protes massa yang mengguncang tatanan sosial negara tersebut.

Semuanya berawal dari tragedi penembakan seorang polisi yang membunuh Nahel, bocah laki-laki keturunan Aljazair, di Nanterre pada 27 Juni 2023.

Kejadian ini memicu kemarahan publik hingga memunculkan serangkaian amuk massa di berbagai kota di Prancis.

Data yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin memberikan gambaran tentang amukan massa yang menggila: lebih dari 5.600 kendaraan dibakar, 1.000 properti swasta dirusak atau dibakar, dan 250 kantor polisi diserang.

Pemerintah setempat merespons dengan mengirimkan 45.000 polisi untuk meredam kekacauan tersebut (Kompas, 04/07/2023).

Berdasarkan data yang sama, dari 3.354 orang yang ditangkap dalam pembunuhan minggu itu, rata-rata berusia 17 tahun.

Ada yang berusia 12 tahun. Seperti diwartakan Kompas, frustrasi yang mengakar di "warga terpinggirkan".

Terutama kaum muda karena tidak memiliki akses pendidikan dan kesempatan kerja, dilampiaskan dalam kemarahan saat massa aksi pekan itu.

Lebih dari sekadar protes terhadap polisi, gelombang protes selama sepekan itu turut mengungkap persoalan yang mendalam terkait hak asasi manusia dan ketidakadilan yang dialami oleh kelompok migran dan keturunannya di Prancis.

Kebijakan diskriminatif dan pandangan merendahkan telah mewabah dalam beberapa dekade terakhir.

Ada pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari peristiwa amuk yang terjadi di Prancis, dan pelajaran tersebut tidak hanya relevan bagi Prancis tetapi juga bagi Indonesia.

Salah satu pelajaran pertama yang dapat kita ambil adalah pentingnya perbaikan kinerja kepolisian.

Sebagai penegak hukum di garda terdepan, polisi adalah wajah negara dalam proses penegakan hukum.

Oleh karena itu, bagaimana polisi berinteraksi dengan warga akan menentukan pandangan warga terhadap baik-buruknya sistem hukum kita.

Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa polisi bertindak sesuai dengan prinsip keadilan, bersikap lebih humanis, menjadi pelayan publik yang ramah, melindungi hak asasi manusia, serta menghindari pelanggaran yang dapat merugikan warga.

Pelajaran kedua adalah pentingnya meningkatkan partisipasi aktif warga dalam mengatasi tantangan sosial.

Partisipasi warga adalah kunci dalam mencegah ketegangan sosial. Dengan mendorong partisipasi warga dalam proses pembuatan kebijakan melalui forum partisipatif, dialog publik, dan konsultasi, Indonesia dapat menghadapi tantangan sosial dengan lebih baik.

Pelajaran ketiga yang dapat kita ambil adalah bahwa pembangunan berkelanjutan harus menjadikan perlindungan hak asasi manusia sebagai prinsip sekaligus fokus utama.

Pemerintah harus memperkuat mekanisme perlindungan hak asasi manusia, meningkatkan kesadaran hak asasi manusia di masyarakat, dan memastikan akses keadilan yang lebih baik bagi semua warga negara.

Migrasi dan Keadilan

Tak bisa dipungkiri, protes massa yang terjadi Prancis juga dipengaruhi oleh sejarah kelam kolonialisme Eropa.

Kita tahu bahwa negara-negara kolonial Eropa tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam dunia non-Barat, terutama di benua Afrika dan dunia Muslim, tetapi juga sumber daya manusia dari daerah-daerah tersebut.

Banyak orang dari tanah jajahan dibawa ke Eropa sebagai budak, pelayan, atau pekerja paksa yang kehilangan hak-hak dasarnya. Seiring waktu, para migran dan keluarga mereka diberikan hak dan sebagian besar diterima oleh penduduk asli.

Namun, ketika negara-negara Eropa mulai mengalami masalah politik dan ekonomi, terutama karena banyaknya perkembangan sektor industri teknologi serta dinamika politik di tingkat nasional dan global, mereka mengambil jalan yang mudah.

Mereka menyalahkan para migran dan anak-anak mereka atas ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sulit.

Itulah faktor pemicu paling determinan atas hadirnya gelombang protes yang mengguncang tatanan sosial Prancis saat ini.

Pada konteks ini, amukan massa tersebut juga mengingatkan kita pada isu-isu yang lebih terkait dengan migrasi dan ketidakadilan sosial di Indonesia, termasuk urbanisasi dan migrasi dari pedesaan ke perkotaan.

Kegagalan pemerintah dalam menyediakan peluang ekonomi dan infrastruktur yang memadai di pedesaan sering kali menjadi pemicu terjadinya migrasi massal ke kota.

Artinya, kegagalan pemerintah membawa kesejahteraan hadir di pedesaan akan menimbulkan tekanan sosial dan ekonomi di perkotaan.

Seiring waktu, kota yang padat penduduk dan minim lapangan pekerjaan lambat laun akan berubah menjadi ruang penuh kemarahan, konflik antarkelompok, bahkan amukan massa yang berpotensi mengancam stabilitas nasional.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu mengambil serangkaian langkah konkret. Pertama, mendorong terbentuknya pemerintahan desa yang proaktif terhadap aspirasi warganya.

Salah satu cara untuk mewujudkan hal ini adalah dengan membatasi masa jabatan kepala desa maksimal 5 tahun dan dapat dipilih sekali lagi.

Kedua, penting untuk menciptakan lapangan kerja yang memadai di semua wilayah, terutama di daerah pedesaan dan memperkuat infrastruktur serta layanan dasar di daerah tersebut.

Dengan cara ini, tekanan migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi karena peluang ekonomi yang lebih baik telah tampak di pedesaan.

Ketiga, koordinasi yang baik antar berbagai instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah perlu ditingkatkan untuk melaksanakan program pembangunan terpadu di daerah pedesaan.

Dengan demikian kebutuhan dasar warga desa seperti air bersih, sanitasi, pelayanan kesehatan, dan pendidikan yang berkualitas dapat terpenuhi dengan baik.

Bila hal-hal itu sudah terwujud, berikutnya adalah memperkuat perlindungan hak asasi manusia di semua tingkatan.

Warga di pedesaan harus diberikan perlindungan yang sama dalam hal akses terhadap layanan kesehatan yang memadai, pendidikan yang berkualitas, dan jaminan sosial.

Dan sekali lagi, pendidikan tentang hak asasi manusia harus ditingkatkan di wilayah kota hingga ke daerah pedesaan untuk mendorong integrasi sosial yang lebih baik dan adil.

Sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwa ketidakadilan di mana saja merupakan ancaman terhadap keadilan di mana saja. Kita semua harus saling bergandengan tangan dan bahu membahu melawan ketidakadilan di mana saja.

Hanya dengan mengatasi ketidakadilan, kita dapat mencapai kehidupan yang lebih baik dan lebih adil bagi semua orang.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Reshuffle Menteri

 

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved