Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Anang Achmad Terdakwa BTS Klaim Jalankan Perintah Jokowi Dalam BTS 4G, Pernah Tangani Proyek Raksasa

Pasalnya, jika penghentian kontrak dilakukan, maka akan mendatangkan banyak kerugian dari segi waktu dan biaya.

Editor: Ansar
Kolase Tribun-timur.com
Sosok Anang Achmad Latif terdakwa kasus korupsi Base Transceiver Station (BTS) yang berani sebut nama Presiden Jokowi dalam kasus korupsi ternyata bukan orang sembarangan. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sosok Anang Achmad Latif terdakwa kasus korupsi Base Transceiver Station (BTS) yang berani sebut nama Presiden Jokowi dalam kasus korupsi ternyata bukan orang sembarangan.

Anang Achamd, Direktur Utama Bakti Kominfo mengungkit perintah Jokowi dalam kasus BTS.

Sebelum jadi tersangka korupsi, ternyata Anang Achmad pernah tangani proyek raksasa. Namun lolos dari pelanggaran.

Saat di sidang, Anang tak sependapat dengan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) soal penghentian kontrak konsorsium pada proyek infrastruktur BTS Bakti Kominfo pada 2021.

Pasalnya, jika penghentian kontrak dilakukan, maka akan mendatangkan banyak kerugian dari segi waktu dan biaya.

JPU menyebut dalam dakawaanya, seharusnya Anang memutus kontrak konsorsium ketika proyek BTS yang mengalami devisiasi pada 2021.

Pihak Anang pun berpandangan, meski JPU menyebut ada tindak pidana korupsi, tetapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap memerintahkan agar proyek BTS 4G tetap dilanjutkan.

Hal itu disampaikan penasihat hukum Anang saat membacakan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).

"Terdakwa antara lain didakwa melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memutus kontrak para penyedia ketika terjadi deviasi pelaksanaan pekerjaan pada tahun 2021.

Padahal saat ini, sekalipun menurut JPU ada tindak pidana korupsi, Presiden RI memerintahkan agar proses penyediaan BTS 4G di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) tetap dilanjutkan sampai selesai," kata penasehat hukum Anang.

Penasihat hukum Anang juga menyebut dakwaan JPU tidak cermat.

Di mana, surat dakwaan tersebut sangat menyudutkan terdakwa karena JPU tidak fair dan tidak cermat, jelas dan lengkap dalam menguraikan perbuatan yang didakwakan. 

Perbuatan-perbuatan yang didakwakan juga tidak sesuai dengan fakta dan keadaan yang sesungguhnya. Bahkan terdapat uraian dakwaan yang saling bertentangan.

"Pemutusan kontrak dalam pekerjaan ini akan mendatangkan kerugian yang lebih besar dari segi waktu dan biaya.

Namun JPU malah bersikap dan berpendapat lain, sehingga terdakwa saat ini duduk di kursi pesakitan dan ditahan, sekalipun keputusannya tersebut sama dengan keputusan Presiden RI," paparnya.

"Selain itu, JPU juga mendakwa terdakwa melakukan berbagai perbuatan yang bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan.

Namun setelah mencermati uraian perbuatan yang didakwakan ternyata perbuatan-perbuatan terdakwa telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan penyediaan BTS 4G di daerah 3T oleh BAKTI," jelas penasehat hukum Anang.

Diketahui, Anang Achmad Latif didakwa Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain korupsi, terkhusus Anang Latif juga didakwa Pasal 3 subsudair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Profil

Dikutip dari situs resmi BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif merupakan pria kelahiran Bandung.

Sebelum berkarier di industri telekomunikasi, Anang mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung.

Anang mendapat gelar sarjana di bidang Teknik Telekomunikasi.

Selain itu, bapak dari empat anak ini merupakan lulusan Master of Science in Operational Telecommunications di Convetry University – The United Kingdom.

Anang juga telah mengikuti berbagai pendidikan di London Business School, berbagai pelatihan digital broadcasting di Jerman, Korea Selatan, dan Spanyol.

Hingga Anang bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) lebih dari 20 tahun di bidang telekomunikasi dan penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Lantas, ia mendapatkan amanah menjadi Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) sejak Juni 2016.

Anang dilantik kembali pada 20 Agustus 2018 dengan nomenklatur baru, yakni Direktur Utama BAKTI atau setara eselon I di kementerian.

Diketahui, BAKTI Kominfo sebelumnya dikenal dengan nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BPPPTI).

Selama berkarier di BAKTI, berbagai Proyek Strategis Nasional telah ditangani oleh Anang.

Di antaranya Palapa Ring (proyek penggelaran kabel fiber optik sepanjang 12.000 km), Proyek Satelit Multifungsi, dan penyediaan BTS di daerah 3T.

Kemudian, penyediaan akses internet untuk sekolah, puskesmas, balai desa, dan lokasi lainnya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika Anang Achmad Latif (AAL) jadi tersangka kasus korupsi BTS 4G tahun 2020-2022. (Kejaksaan Agung RI)
Jadi Tersangka Kasus Korupsi BTS Kominfo

Anang Achmad Latif ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS) periode 2020 hingga 2022.

Menuru Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusis (Dirdik Jampidsus), Kuntadi, Anang disebut merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah.

Rekayasa itu, dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.

"Yang jelas, si AAL itu selaku Dirut BAKTI dan KPA (kuasa pengguna anggaran) sebenarnya dia sudah merekayasa dari awal, perencanaan sampai pelaksanaan," kata Kuntadi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).

Peran itu terbukti dari adanya kerja sama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.

Melalui kerja sama tersebut, tim penyidik menemukan informasi bahwa kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).

"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," jelas Kuntadi.

Tak hanya merekayasa kajian teknis, Anang juga diketahui melakukan pengkondisian dengan menerbitkan Peraturan Dirut yang menguntungkan pihak tertentu.

"Termasuk dalam mengeluarkan Peraturan Dirut yang isinya menguntungkan pihak tertentu, memberikan batasan, sehingga tidak ada unsur persaingan yang sehat," ucapnya.

Peraturan Dirut itu, disebut Kuntadi merupakan hasil kerja sama Anang dengan tersangka Galumbang Menak Simanjuntak sebagai suplier.

Kerja sama tersebut, kemudian memberikan keuntungan bagi PT Mora Telematika Indonesia.

Meski demikian, tim penyidik masih mendalami apakah peraturan itu dibuat Anang atas inisiatif sendiri atau instruksi pihak lain. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved