Opini Tribun Timur
The Power of Emak-emak dari Kitakyushu
Sebagai lokasi pengeboman Tentara Sekutu untuk mengakhiri konflik perang dunia. Selain tentunya Hiroshima dan Nagasaki.
Oleh:
Djusdil Akrim
Invited Speaker ICRC 3rd , Praktisi Industri dan KPS Teknik Lingkungan Universitas Bosowa
dan
Sekar Bati
Peserta Workshop ICRC 3rd , Penulis Buku “Bulli-Bulli Menggapai Mimpi”, Pustakawan SDN 191 Inpres Batunapara, Maros
TRIBUN-TIMUR.COM - Kami berdua (saya dengan istri) beruntung tiba lebih awal sebelum acara pelaksaanaan conference. Sehingga bisa mengeksplore Kota Kitakyushu lebih detail. Rupanya kota di Utara Pulau Kyushu menyimpan sejarah panjang, terkait peristiwa Perang Dunia ke II yang silam. Bahkan kota ini menjadi target utama untuk dilumpuhkan.
Sebagai lokasi pengeboman Tentara Sekutu untuk mengakhiri konflik perang dunia. Selain tentunya Hiroshima dan Nagasaki.
Apa pasal? Ternyata Kitakyushu adalah Pabrik Peleburan Besi pertama di Jepang. Sudah barang tentu perannya semasa perang dunia sangat dominan. Sebagai pemasok bahan baku amunisi, arteleri dan mesin perang.
Saat ini bangunan itu masih berdiri kokoh berupa menara Pre-Heater bertuliskan Tahun 1901. Populer dengan nama Higashida Blast Furnace Memorial Square. Monumen yang terlatak di distrik Yahata menjadi saksi bisu lolos dari maut. Konon langit Kitakyushu gelap gulita oleh asap hitam akibat polusi yang melewati ambang batas. Sehingga tidak bisa menjadi sasaran tembak lalu terhindar dari pengeboman.
Hari ini situs sejarah itu tetap menjadi saksi. Hasil upaya pemulihan lingkungan kronis efek industrialisasi selama 65 tahun. Kemudian berjuang selama 30 tahun, diawali oleh gerakan perjuangan Ibu-Ibu, yang sudah gemas dan menolak kapitalisme yang merusak lingkungan.
Hasilnya berbuah manis setelah tiga dekade the power of “emak-emak” didukung pemerintah kota serta kemauan warga dan pelaku industri untuk mau berubah. Akhirnya kota ini dinobatkan sebagai salah satu kota terbersih di Dunia versi Unesco.
The host of University of Kitakyushu
Even ini merupakan agenda pertemuan lingkungan yang digagas oleh Universitas Kitakyushu. Dengan mengusung kerjasama riset (research collabooration) yang melibatkan stake holders baik dari dalam maupun peserta manca negara.
ICRC dibuka secara resmi Vice President The University of Kitakyushu, Prof. Kazuya UEZU, Ph.D (Eng.) semacam Wakil Rektor. Selanjutnya keynote speaker oleh Head of Research Center for Urban Energy Management, Prof. Toru MATSUMOTO, Ph.D (Eng.) selaku tuan rumah. Dengan menunjuk Indriyani Rachman, Ph.D. dari University of Kitakyushu sebagai Ketua Conference, salah seorang diaspora Indonesia yang sudah menetap 20 tahun lebih di Negeri Sakura.
Keberadaan Research Center tersebut yang lebih familiar dengan nama Lab. Matsumoto menjadi salah satu ikon kampus. Dengan membina mahasiswa S2 dan S3 dari luar negeri seperti Indonesia, Nepal dan China. Peserta conference begitu respect dengan keberhasilan institusi perguruan tinggi ini dalam mengawal proyek rehabilitasi lingkungan secara konsisten. Dari situasi yang amat parah (ada kasus Minimata) sebagai efek dari industrilisasi kemudian berubah kembali pada kondisi alami seperti sedia kala.
Pencapaian yang luar biasa ini mendapat apresiasi dari para tokoh dan pemimpin dunia. Kaisar Akihito beserta permaisurinya Michiko, sebelum beliau turun tahta menyempatkan diri berkunjung ke Eco Town. Bahkan Presiden China pun mendatangi Permodelan Kota Reklamasi yang berbasis ecofriendly seluas 2.000 hektar, yang menyiapkan 40 hektar untuk pilot proyek rehabilitasi bernama BioTop dan bukan sekedar Ruang terbuka Hijau (RTH).
Tapi fasilitas riset lapangan untuk membangun kembali ekosistem. Hasil capaian proyek ini sungguh luar biasa mampu merehaabilitasi habitat fauna yang terancam punah. Mulai dari jenis capung, binatang pengerat, beragam burung hingga populasi Burung Elang endemik.
Agenda Conference dan Workshop
Pada sesi hari pertama hingga kedua. Kegiatan conference dihadiri pembicara ekternal dan internal secara off line dan on line. Termasuk perwakilan Indonesia diwakili oleh Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Malang, Universitas Indonesia, Universitas Trisakti dan Universitas Bosowa. Kesemua Perguruan Tinggi tersebut menampilkan para pembicara handal dibidang lingkungan dengan berbagai issue faktual.
Sedangkan hari ketiga acara workshop diawali dengan kunjungan ke Kitakyushu Environment Museum. Pengunjung mendapat edukasi mendasar bagaimana proses transformasi dilakukan secara kolektif. Museum ini dilengkapi dengan diorama berbasis digital serta bukti otentik sejarah kelam masa lampau. Sebagai pembelajaran berharga.
Kegiatan hari minggu itu berakhir dengan panorama senja Kota Mojiko, Stasiun kereta api pertama di Jepang sekaligus pelabuhan tertua dan tersohor beberapa abad yang silam.
Pada sesi hari keempat aktifitas workshop terpusat di Eco Town, sebuah Kawasan Industri yang berbasis ramah lingkungan.
Peserta dibekali pemahaman baru tentang pengelolaan lingkungan yang terpadu. Kemudian dilanjutkan dengan berkunjung ke pabrik mobil “geprek”, maksudnya mobil yang sudah masuk kategori didaur ulang untuk diproses. Lalu berkunjung ke Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan mampir di area Hibikinada Biotope. Model rehabilitasi lingkungan yang unik dan pantas mendapat apresiasi tertinggi.
Pada hari kelima kegiatan workshop berkunjung ke Perpustakaan Kota yang terletak di depan Kokura Castle.
Perpustakaan modern yang didesign oleh salah seorang peraih Nobel. Memberi nuansa dan kesan berbeda kepada setiap pengunjung. Tidak heran bila lokasi perpustakan juga menjadi pilihan tempat syuting film bioskop terkenal. Kemudian menuju pusat pengolahan air dan pengolahan kompos berbahan limbah sayur. Aktifitas puncak workshop berakhir di Kantor Kitakyushu ESD Council dimana penulis bersama kolega mendapat kesempatan presentasi 5 menit terkait issue SGDS di wilayah masing-masing.
Semua yang dilakukan perwakilan Universitas Bosowa adalah untuk menjalin konektivitas serta sinergitas bersama kampus luar negeri. Apalagi di kampus tersebut ada tiga dosen Unibos sedang mengikuti PhD. Adalah Nani Anggraini (Teknik Lingkungan), Marini Ambo Wellang (Sospol) dan Hasniar Ambo Radda (Psikologi).
Artinya bila semangat ini terus terjaga dan tetap konsisten maka “asa” membawa Universitas Bosowa, sebagai kampus internasional bukanlah sebuah keniscayaan! Allahu Alam bi Syawab.(*)
Ketidakadilan Pemantik Kericuhan Sosial |
![]() |
---|
Panggilan Jiwa Presiden Mengisi Perut Rakyat Terus Melaju |
![]() |
---|
Bukan Rapat Biasa, Ini Strategi Cerdas Daeng Manye Mencari 'The Next Top Leader' di Takalar |
![]() |
---|
1 Juni: Pancasila Tetap Luhur, Walau Inter Milan Amburadul |
![]() |
---|
Cinta yang Hilang: Bahasa Diam Dalam Hubungan Digital |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.