Iduladha: Pelajaran untuk Orang Tua dan Anak Indonesia

Jika dalam pelaksanaan ibadah ritual kemudian dibawa kepada ranah sosial maka akan memberikan dampak bagi kehidupan sesama.
Pelaksanaan ibadah haji justru memperlihatkan bahwa ketika ada kesilapan dalam ibadah yang sampai berakibat denda, maka “hukuman” yang ditimpakan justru pada aksi sosial. Diantaranya memerdekan hamba, memberi makan, ataupun menyembelih hewan.

Tidak ada yang dihukum untuk shalat atau dengan menjalankan ibadah yang berdimensi ilahiyah. Qurban yang disembelih tidaklah akan sampai kepada pencipta. Justru kerelaan untuk berqurban sebagai tanda untuk berkorban atas kepentingan bersama. Bahkan membunuh ego kemudian mengutamakan kepentingan bersama.
Dalam masa-masa menjelang pemilihan legislatif, DPD, presiden dan wakil presiden, menjadi kesempatan untuk mendorong bagaimana ritual idul adha menjadi diantara landasan dalam praktik berbangsa dan bernegara.

Dalam satu kesempatan bercakap dengan kolega. Beliau mengatakan ”mengurus beasiswa untuk dua atau tiga orang dalam institusi perguruan tinggi, sama repotnya dengan mengurus ratusan penerima beasiswa”.

Saya menimpali bahwa itulah pilihan kita untuk berbangsa dan bernegara. Indonesia kita ini
didirikan atas cita-cita luhur untuk kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa. Termasuk dalam bagian yang sama bahwa ketika ibadah ditunaikan, tentu saja perlu menjadi hubungan horizontal kepada sesama anak bangsa.

Saatnya perlu dihindari, menunaikan ibadah shalat idul adha justru menjadi kebersamaan dalam meninggalkan sampah di lapangan tempat shalat. Begitu pula percakapan antara anak dan ayah yang diabadikan Alquran terkait peristiwa Ibrahim-Ismail menjadi tanda bahwa dalam kehidupan bangsa kita, ruang dialog selalu menjadi
sarana untuk menjadi kebaikan.

Akhirnya, idul adha akan datang setiap tahun. Justru itu kesempatan bagi kita berbenah secara individu, dan juga secara kolektif yang kita sebut Indonesia.

Selamat menjalankan ibadah qurban!