Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Ketika Tokoh Pendamai itu JK Difitnah Rasis dan Provokator

sungguh sangat tendensius dan boleh jadi telah dimuati kepentingan politik yang kebetulan tidak sebangun dengan sikap pendirian Pak JK

Editor: Saldy Irawan
aswar hasan
Aswar Hasan Dosen Fisipol Unhas 

Oleh: Aswar Hasan
Dosen Komunikasi FISIP Unhas 


TRIBUN-TIMUR.COM - Sungguh di luar nalar (logika) ketika Pak JK, tokoh pendamai bangsa yang sudah berulang kali menjadi pendamai bagi segala macam ras, suku, etnis, dan agama, masih dianggap (difitnah) sebagai rasis, bahkan provokator di tengah kehidupan berbangsa. 

Anggapan itu, sungguh sangat tendensius dan boleh jadi telah dimuati kepentingan politik yang kebetulan tidak sebangun dengan sikap pendirian Pak JK di tahun politik saat ini. 

Sementara itu, jika mencermati sikap atau pun statemen politik Pak JK selama ini, sesungguhnya sudah sampai pada aras kenegarawanan yang reasoningnya selalu demi kepentingan bangsa. Karenanya ketika ada pihak yang menuduhnya rasis atau pun provokator, nalar kita pun terasa terganggu hingga rasa ini pun terusik.

Bermula dari postingan komentar pernyataan Ade Armando yang jika dicermati, maka sesungguhnya telah masuk ke nuansa framing subyektif yang menyudutkan Pak JK secara tidak fair. Betapa tidak, Ade Armando melalu media Cokro TV menyatakan “ Menurut saya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu rasis terhadap warga Tionghoa.”  

Pernyataan Ade tersebut, menanggapi ceramah Pak JK di ICMI pada 12 Mei 2023 khususnya ketika Pak JK memaparkan fakta dominasi warga Tionghoa dalam ekonomi Indonesia, dimana disebutkan bahwa lebih 50 persen ekonomi Indonesia dikuasai penduduk etnis China. Sementara etnis Tionghoa itu hanya 4,5 persen dari penduduk Indonesia, namun menguasai lebih dari 50 persen ekonomi Indonesia.

Ade Armando pun menyatakan, bahwa JK sangat tidak pantas membangun kecurigaan kepada kaum Tionghoa.

Pernyataan Ade tersebut, didasarkan pada rujukan temannya yang menginfokan peristiwa kerusuhan di tahun 1967 di Makassar, sehingga dengan berani ia menyatakan, JK pada dasarnya memang rasis yang ia kaitkan tentang soal sikapnya (JK) terhadap umat Kristen yang menyatakan bahwa pada masa mahasiswanya JK diketahui terlibat dalam aksi rasial anti Kristen cerita itu, menurutnya ada termuat dalam disertasi doktoral Mujiburahman. 

Namun, Mujiburahman sendiri tidak punya data akurat dan masih menduga terkait keterlibatan JK dalam penyerangan fasilitas rumah ibadah kaum Nasrani tersebut. 

Pernyataan Ade tersebut, terkait etnis Tionghoa dan Umat Kristen sungguh sangat tendensius yang telah ia framing secara subjektif tanpa mencermati teks dan konteks peristiwanya berdasarkan faktanya.

Penulis sendiri telah menyimak pidato JK yang di ICMI, KAHMI, dan yang di PKS yang kemudian di permasalahan oleh Ade Armando, atau pun sejumlah penggiat Podcast yang sejalan pemikirannya dengan Ade Armando yang kontennya kerapkali membela pemerintahan Jokowi ketika ada yang mengkritiknya. 

Dalam pidato Pak JK di ICMI, memang JK memaparkan tentang data fakta dominasi ekonomi etnis Tionghoa di Indonesia sebagaimana yang telah dilansir majalah Forbes. Namun Pak JK tidak menyalahkan etnis Tionghoa atas dominasi tersebut. Bahkan, JK menyatakan bahwa Umat Islam harus belajar kepada mereka atas kerja keras dan kerja cerdas mereka. Olehnya itu, umat Islam harus meningkatkan jiwa enterpreneurshifnya. Sahabat China yang kaya itu, penting, karena bayar pajak dan mempekerjakan orang. Tantangan terbesarnya ada pada kita (umat Islam) mereka (Tionghoa) tidak salah. Yang kurang itu, kita (umat Islam) padahal kita disuruh berdoa untuk meminta kebahagiaan di dunia dulu baru di akhirat ( Rabbanaa atina fiddunia Hasanah wa fil akhiratil hasanah). 

Dalam konteks itu pula Pak JK pun menyatakan bahwa beliau telah menginisiasi agar para remaja Masjid (selalu Ketua DMI) dan warga pemuda Tionghoa agar menjalin kerja sama yang konstruktif untuk secara rutin bertemu guna sharing pengetahuan dan pengalaman bagaimana menjadi enterpreneurshif yang unggul dan sukses.

Namun, aspek solusi dari fakta dominasi ekonomi bangsa dari etnis Tionghoa tersebut tidak menjadi pertimbangan (ditinggalkan) oleh Ade Armando dalam menilai Pak JK secara komprehensif dan adil, sehingga, penilaiannya terhadap Pak JK menjadi tidak fair dan cendrung menjadi fitnah (atau sudah menjadi fitnah).

Warning, Bukan Provokasi

Ade Armando dengan sewenang-wenang telah menuduh kepada Pak JK sebagai pribadi yang menyimpan kecurigaan dan kebencian kepada etnis Tionghoa dan Umat Kristen.

Ade Armando menyimpulkan bahwa dalam diri JK memang rasis, berdasarkan informasi yang dia miliki terkait peristiwa penyerangan pada fasilitas ibadah umat Kristen pada tahun 1967 di Makassar.

Menurut Ade Armando, terjadinya penyerangan terhadap fasilitas ibadah umat Kristen sehubungan adanya tindakan seorang guru Kristen yang menghina umat Islam. Ade menyatakan, bahwa penyerangan dilakukan setelah massa berkumpul di Masjid karena seruan JK.

Kesimpulan Ade tersebut, sungguh sangat menyudutkan dan menyesatkan. Terlebih ketika menyatakan: “JK seharusnya menjadi teladan untuk jauh-jauh meninggalkan kecurigaan dan kebencian terhadap kaum Tionghoa dan Umat Kristen”.

Tuduhan keterlibatan JK atas penyerangan fasilitas ibadah umat Kristen sebagaimana dituduhkan (fitnah) Ade Armando tersebut, telah diklarifikasi oleh JK sendiri melalui acara Double Check Metro TV.

Menyimak penjelasan Pak JK di Metro TV tersebut, yang dipandu langsung oleh Andy F Noya dapat disimpulkan bahwa Pak JK justru bertindak cepat untuk mencegah agar umat Islam yang telah tersinggung dan telah tersulut emosi untuk supaya tidak bertindak anarki tetapi mengedepankan proses penyelesaian secara hukum melalui pemerintah.

Hal itu dibutuhkan dengan upaya Pak JK untuk mengkanalisasi aspirasi (ketersinggungan emosional umat Islam) agar tidak main hakim sendiri, dengan cara menghadap ke Panglima (Solihin GP pada waktu itu), dan ke Kapolda. Tapi keduanya menyatakan terserah Bapak Gubernur (Ahmad Lamo). 

Maka, Pak JK pun langsung menghadap ke Pak Lamo (Gubernur) agar segera menerima tuntutan aspirasi umat Islam yang merasa terluka. Namun, Pak Lamo menyatakan tidak bisa untuk segera menerima karena telah siap- siap (sesuai agenda beliau untuk segera berangkat ke daerah/ Kabupaten Pinrang) dan telah ditunggu. 

JK tentu tidak bisa memaksa Gubernur untuk menerima tuntutan aspirasi umat Islam sehingga harus menunggu hingga hari Senin. Pada hari itu juga, Pak JK langsung pulang ke Kampungnya (Bone) karena juga sudah di tunggu keluarga (yang juga sudah terjadwal) karena harus memperkenalkan mempelai isterinya yang baru saja ia nikahi.

Ketika Pak JK sudah berangkat ke Bone, diterjadilah penyerangan oleh massa yang tak lagi terkendali secara spontan ke beberapa fasilitas ibadah umat Kristen.

Berita kerusuhan tersebut sampai ketelinga JK di Bone setelah diinfokan siaran radio, dimana JK harus menghadap ke Kodam untuk di periksa apakah terlibat secara langsung atau pun tidak langsung atas kerusuhan tersebut. 

Dari hasil pemeriksaan, JK dinyatakan tidak terlibat berdasarkan sejumlah alibi dan fakta. Maka, JK pada hari itu juga (hari pemeriksaan) langsung bisa pulang. Karena memang tidak terlibat. Bahkan justru telah berupaya mencegahnya agar tidak ada yang main hakim sendiri, dengan alasan aksi balas.

Penjelasan JK tersebut, selaras dengan penjelasan saksi hidup Prof. DR. Zainuddin Taha bekas Ketua Badko HMI teman seangkatan JK di HMI yang penulis sempat wawancarai.

Jika saya diminta menilainya dengan jujur, bahwa apakah JK benar terlibat telah memprovokasi massa menyerang fasilitas ibadah umat Kristen pada waktu itu, sebagaimana pendapat Ade Armando, maka dengan tegas saya bisa mengatakan bahwa Ade Armando telah memfitnah JK dengan zalim.

Alasannya, pihak berwajib sendiri langsung membebaskan Pak JK karena terbukti tidak terlibat setelah di interogasi pihak Berwajib. Lagi pula, dasar tuduhan Ade Armando yang berdasarkan pada disertasi Mujiburrahman masih bersifat dugaan (yang tak didukung fakta) sebagaimana diakui sendiri oleh Mujiburrahman. Jadi, Tuduhan Ade Armando tersebut sangat tidak berdasar. 

Jika para pihak mau jujur? Justru seharusnya mengapresiasi langkah pencegahan yang telah diupayakan oleh Pak JK untuk memediasi (mengkanalisasi) kemarahan umat Islam saat itu dengan meminta Gubernur meredam kemarahan umat Islam dengan menerima mereka.

Sayangnya, Gubernur tidak bisa memenuhi permintaan JK waktu itu.

Tudingan Ade Armando terhadap JK sebagai rasis dan benci kepada umat Kristen sesungguhnya sudah merupakan sebuah bentuk framing negatif yang subjektif.

 Framing negatif secara subjektif berarti informasi atau pesan disusun sedemikian rupa sehingga memberikan penekanan pada aspek negatif atau kurang menguntungkan dari seseorang.

Misalnya, melalui media massa, narasi yang dipilih, atau pemilihan kata yang dipakai dalam menggambarkan individu tersebut. 

Dampak framing negatif yang subjektif dapat menciptakan persepsi negatif yang menyebabkan orang lain melihat individu tersebut dalam cahaya yang buruk, sehingga terbentuk prasangka (prejudice) secara tidak adil. Akibatnya, reputasi yang diframing menjadi rusak.

Citra publik dapat terpengaruh secara signifikan ketika pesan-pesan negatif terus-menerus disajikan, terutama jika pesan tersebut diterima oleh sejumlah besar orang.

Dalam kajian Ilmu Komunikasi politik, metode framing kerap dipakai untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara memanipulasi sebuah peristiwa guna membangun persepsi publik yang negatif.

Jadi, sangat boleh jadi Pak JK sudah dianggap lawan politik yang jika dibiarkan bisa sangat merepotkan ke depan. Sayangnya, cara membendung arus pengaruh JK terkesan menghalalkan segala cara. Wallahu a’lam Bishawwabe.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved