Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Catatan di Kaki Langit: Pesantren Bukan Numpang Tidur

Keberadaan pondok atau asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang membedakan dengan sistem pendidikan lain".

|
DOK TRIBUN TIMUR
Prof M Qasim Mathar 

Oleh: M Qasim Mathar
Pendiri Pesantren Matahari di Mangempang Maros

TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam suatu ujian promosi doktor yang menguji disertasi yang membahas mengenai pesantren, muncul pertanyaan dari penguji: menurut Zamakhsyari Dhofier, sebagai yang anda kutip, unsur-unsur pesantren ada lima, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kiai.

Keberadaan pondok atau asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang membedakan dengan sistem pendidikan lain".

Kenapa perpustakaan tidak disebut sebagai ciri pesantren, padahal biasa kita dengar juga ungkapan bahwa "perpustakaan adalah jantung lembaga pendidikan? Perpustakaan terdapat pada sekolah dan perguruan tinggi.

Promovendus (mahasiswa yang diuji) menjawab: "benar, perpustakaan tidak disebut sebagai ciri pesantren, karena di pesantren ada kiai dan kiai itulah yang menjadi "perpustakaan" para santri".

Penguji mengomentari jawaban promovendus: "Seorang kiai berbeda dengan perpustakaan. Pengetahuan seorang kiai terbatas, sedang perpustakaan menampung dan menyediakan pengetahuan yang nyaris tidak terbatas.

Apalagi, perpustakaan pada zaman sekarang, perpustakaan digital

Dan, jika hanya kiai yang dijadikan perpustakaan, santri cenderung berpikiran sempit.

Apalagi jika kiainya mengindoktrinasi pemahaman tertentu saja, menanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu.

Tidak membuka ruang bagi santri untuk mengetahui paham-paham lainnya, apalagi paham yang berbeda, khususnya dengan kiai itu.

Perpustakaan adalah sumber ilmu yang bermacam-maca. Bahkan pesantren yang memiliki perpustakaan, bisa saja menyiapkan ilmu yang tidak berkaitan dengan, misalnya ilmu agama yang menjadi fokus keilmuan di pesantren.

Promovendus diminta mengkritisi buku dari disertasi Zamakhsyari Dhofier yang menyebut lima ciri pesantren itu.

Dalam makalahnya yang berjudul "Pesantren Muhammadiyah Unggul, Berkemajuan dan Modern", rektor Unismuh Makassar, Prof. Ambo Asse menulis 18 ciri dari pesantren modern.

Salah satu cirinya ialah adanya perpustakaan yang menyediakan sangat banyak dan beragam sumber pengetahuan.

Agaknya, pesantren, baik yang berjenis salafiah maupun yang modern mestinya terus berbenah diri dan mengevaluasi internal proses pendidikannya dari waktu ke waktu.

Perubahan masyarakat yang berlangsung dinamis mengharuskan pesantren tidak "seperti katak" yang bangga dengan dirinya sendiri meski tetap "di bawah tempurung".

Seorang kawan yang bekerja di bidang digital marketing memberi info bahwa bila dilihat dari segi biaya masuk, ada tiga jenis pesantren. Jenis pertama ialah pesantren level A. Yaitu pesantren yang berkembang dan maju. Jenis kedua ialah pesantren level B. Yaitu pesantren yang sedang berusaha keras untuk ke level A. Jenis ketiga ialah pesantren level C. Yaitu pesantren yang nafasnya ngosngosan, payah.

Pesantren level A rata-rata biaya masuknya di level belasan juta rupiah per satu santri ditambah biaya makan per bulan memang standar untuk menu makan yang sehat dan bergizi.

Pesantren level B rata-rata biaya masuknya di level kurang atau lebih sedikit sepuluh juta rupiah per seorang santri.

Adapun pesantren level C rata-rata biaya masuknya cenderung ingin murah dan gratis. "Anda bisa amati pesantren-pesantren yang diketahui!", kata kawan itu.

Banyak orang tua ingin putra putrinya dididik di pesantren. Tapi, sedikit dari mereka yang bersedia memondokkan putra putrinya di pesantren level A.

Banyak juga yang memilih level B meskipun tahu level A tentu lebih menjanjikan pendidikan pesantren yang oke.

Barangkali masih tak terbilang banyaknya orang tua yang hanya menitip putra putrinya di level C.

Biar jika malam, mereka yakin putra putri mereka ada di pesantren dan sebagai orang tua, mereka juga aman tidur karena tidak khawatir anak mereka masih berkeliaran di jalan raya.

Memang orang tua yang berpikir level A masih sangat sedikit.

Pesantren bukan numpang tidur (level B ke C), tapi tempat putra putri kita merajut masa depannya (level A)!. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved