Opini
Menguak Kultur Kekerasan di Dunia Kampus
Misi besar dunia pendidikan tinggi ini tentu sangat tidak sejalan dengan tumbuhnya budaya kekerasan sebagaimana dimaksud.
Oleh:
Andi Yahyatullah Muzakkir
Founder Anak Makassar Voice
TRIBUN-TIMUR.COM - Akhir-akhir ini kita digegerkan oleh peristiwa tindak kekerasan di kampus dimana terjadi pengroyokan mahasiswa yang diduga dilakukan oleh oknum mahasiswa.
Melalui video pendek yang beredar luas, peristiwa tersebut terjadi di kampus Universitas Muhammadiyah, Makassar.
Fenomena kekerasan seperti ini ternyata bukan gejala baru karena juga terjadi di banyak kampus.
Seolah mengesankan bahwa telah tumbuh kultur kekerasan di dunia kampus, hal mana tentu sangat mencederai institusi pendidikan.
Seperti kita ketahui, Universitas atau atau Institusi Pendidikan Tinggi memiliki Tridarma Perguruan Tinggi yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan ilmu pengatahuan dan pengabdian kepada masyarakat.
Dan lebih spesifik di kampus-kampus Muhammadiyah sendiri mengemban yang disebur Catur Darma, dengan misi tambahan yaitu pengembangan al-islam kemuhaddiyaan.
Misi besar dunia pendidikan tinggi ini tentu sangat tidak sejalan dengan tumbuhnya budaya kekerasan sebagaimana dimaksud.
Ini tentu telah menimbulkan masalah besar, dengan iklim yang tidak kondusif tersebut karena kampus akan disibukkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Pertanyaan yang muncul kemudian ialah, kalau ditelaah lebih jauh, apa sebenarnya yang menjadi penyebab dari tumbuhnya budaya kekerasan ini?
Mengapa lingkungan kampus sebagai lembaga pendidikan dan dihuni orang-orang yang terdidik bisa memunculkan perilaku arogansi, kesewenang-wenangan, bahkan bermuara pada kekerasan fisik, seperti pengroyokan dua mahasiswa Unismuh ini?
Kalau kita telaah lebih jauh kita dapat melihat bahwa ada beberapa faktor penyebab kekerasan di dunia kampus, baik yang dilakukan oleh person, mahasiswa, maupun tindakan yang ditoleransi oleh kelompok dan juga lembaga kemahasiswaan itu.
Pertama, bahwa kampus adalah tempat para mahasiswa melanjutkan pendidikan dan mereka berasal dari berbagai daerah, suku, agama, ras dan seterusnya.
Dengan keberagaman asal ini tentu titik berangkat tidak berasal dari satu nilai yang sama.
Masing-masing membawa nilai yang berbeda, identitas yang berbeda, kelompok yang berbeda dan bermuara pada ego, arogansi dan mengunggulkan identitasnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/Andi-Yahyatullah-Muzakkir-Founder-Anak-Makassar-Voice.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.