Opini Tribun Timur
Daulat Rakyat Dalam Sistem Proporsional Terbuka
Apakah akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka atau sebaliknya proporsional tertutup.
Tapi untuk melawan lupa sistem proporsional tertutup pernah menjadi bagian dari sisi gelap kehidupan bangsa ini. Jika sistem ini yang terlaksana maka akan membuat rakyat seolah “berjudi” dalam menentukan wakil-wakilnya di tengah kondisi kepartaian kita saat ini yang ditengarai telah dikooptasi oleh oligarki.
Termasuk organisasi dan manajemen internal kepartaian yang masih jauh dari prototipe partai modern. Lihat saja sistem kaderisasi dan kepemimpinan. Sebagian besar banyaknya partai masih melanggengkan tipe kepemimpinan otokratis yang menggantungkan partai pada seseorang (pendiri atau ketua). Jangan heran jika kepemimpinan dan caleg-caleg yang ditawarkan pun masih kental pengaruh nepotisme keluarga (dinasti) lewat anak, ponakan hingga menantu.
Sehingga pilihan dengan demikian maka sistem proporsional terbuka juga lebih konstitusional, kendatipun tidak dimuat secara normatif dalam konstitusi (UUD 45) namun sistem ini merupakan pengejawantahan dari sistem dan bentuk negara dalam konstitusi yakni tentang kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Konstitusionalitas lainnya bisa didekati dalam konteks hak sipil dan politik rakyat yakni hak memilih dan dipilih (Pasal 28D ayat (3) UUD 1945). Sistem proporsional terbuka lebih menjamin hak konstitusional warga negara dimana pemilih (rakyat) bisa dengan bebas menentukan wakilnya secara langsung.
Padahal Perkembangan Politik-ketatanegaraan Indonesia paska reformasi telah mengalami perubahan yang menyeluruh.
Perubahan konstitusi dan penataan format politik membawa konsekwensi pada sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan termasuk sistem keterwakilan rakyat ke arah demokrasi yang lebih terbuka, partisipatif dan refresentatif.
Termasuk dengan dianutnya sistem pemilu proporsional terbuka dalam beberapa kali perubahan regulasi pemilu, terakhir dengan Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2017.
Tentunya tata demokrasi kita tidak boleh mundur ke belakangan ke sistem demokrasi tertutup dan eksklusif, ditunjukkan oleh masih kuatnya otoritas partai dan dominasi elit politik. Sebuah kondisi yang jauh dari prinsip-prinsip demokrasi yakni prinsip egaliter, terbuka, partisipatif dan refresentatif.
Akhirnya, Pemilu 2024 sebagai siklus demokrasi dan proses elektoral diharapkan lebih berkualitas dan berfaedah yakni membuat demokrasi semakin bermakna (subtantif) dan membuat negara lebih sejahtera. Semoga!(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.