Opini Tribun Timur
Daulat Rakyat Dalam Sistem Proporsional Terbuka
Apakah akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka atau sebaliknya proporsional tertutup.
Oleh: Abdul Azis
Mantan Direktur YLBHI-LBH Makassar dan Mantan Koordinator Presidium KIPP Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Elite politik dan calon legislatif kini dalam situasi penantian keputusan pemberlakuan sistem pemilu oleh Mahkamah Konstitusi.
Apakah akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka atau sebaliknya proporsional tertutup.
Pasal 168 ayat (2) UU No.7/2017 yang secara normatif mengatur sistem proporsional terbuka sementara diuji materi di Mahkamah Konstitusi.
Penulis mencoba membangun proposisi atas polemik dan uji materi konstitusi tersebut dengan pertimbangan bahwa proporsional terbuka merupakan upaya untuk mempertahankan daulat rakyat di atas kepentingan partai.
Pertimbangan ini dibangun dari premis bahwa sistem pemilu proporsional terbuka lebih demokratis. Jika artinya lebih diturunkan lagi, sistem ini lebih mendekatkan wakil dengan rakyatnya yang diwakili.
Sistem Pemilu
Sistem pemilu yang selama ini dikenal ada 3 jenis dengan berbagai variannya yakni sistem distrik, sistem proporsonal dan sistem campuran.
Sebagai bagian dari ketatanegaraan maka sistem pemilu berkaitan dengan sistem politik dan pemerintahan, termasuk sistem sosial-budaya suatu negara. Sistem politik yang dimaksud diantaranya sistem kepartaian yakni sistem dwi-partai atau sistem multi partai.
Misalnya sistem pemerintahan federal akan lebih cocok demgan sistem distrik, sementara sistem sistem pemerintahan republik lebih cocok dengan sistem proporsional.
Sistem proporsional intinya menekankan pada keseimbangan ( proporsionalitas) antara proporsi kursi yang dimenangkan oleh sebuah partai di sebuah daerah pemilihan dengan proporsi suara yang diperoleh partai tersebut.
Varian dari sistem ini yakni proposinal terbuka dan Proporsional terbuka
Perbedaan mendasar dari kedua varian ini bisa dilihat pada sistem pengajuan daftar calon dan sistem penetapan calon terpilih. Pada sistem proporsinal terbuka pengajuan daftar calon oleh partai politik tidak disusun berdasar nomor urut, melainkan tanpa nomor atau disusun berdasar abjad atau undian.
Sebaliknya pada sistem prooprisonal tertutup partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasar nomor urut. Begitu pula dalam penentuan calon terpilih, jika penentuan berdasarkan suara terbanyak maka masuk varian proporsional terbuka.
Tapi jika penentuan calon terpilih didasarkan pada nomor urut partai pengusung maka masuk varian proporsional tertutut
Sementara perbedaan teknis pelaksanaan pemberian suara dan jenis surat suara Dimana metode sistem proporsional terbuka pemilih memilih salah satu nama calon pada surat suara yang memuat gambar partai, nama calon dan gambar calon.
Sedangkan metode sistem proporsional tertutup pemilih memilih partai politik saja pada surat suara yang hanya memuat gambar partai.
Sistem proporsional tertutup pernah di terapkan pada beberapa pemilu sebelum reformasi mulai dari pemilu pertama tahun 1955 hingga tahun 1999. Sedangkan Sistem proporsional terbuka mulai diterapkan Pads Pemilu 2004 hingga 2019.
Pada pelaksanaan pemilu 2024 untuk memilih anggota DPR dan DPRD kembali menggunakan sistem proporsinal terbuka sebagaimana Pasal 168 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 dan dikuatkan oleh putusan MK RI nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008..
Sistem Pemilu Yang menjamin Daulat Rakyat
Jika mengacu pada varian sistem proporsional di atas maka sistem proporsional terbuka dianggap lebih demokratis.
Dimana pemilih bisa menentukan dengan memilih langsung calon-calon wakil mereka yang akan duduk di DPR dan DPRD. Pada Sistem ini pemilih bisa mengetahui sosok dan rekam jejak caleg yang akan mewakili mereka
Sebaliknya pada sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa memilih secara langsung dan tidak bisa mengetahui caleg terpilih yang bakal duduk di DPR dan DPRD. Hal ini dikarenakan suara yang masuk akan menjadi suara partai politik pengusung. Setelah Suara partai politik telah mencapai ambang batas kursi kemudian akan diberikan kepada para calon yang diusung atau yang telah ditentukan susunannya oleh partai berdasarkan nomor urut.
Sehingga penetapan calon terpilih akan ditentukan berdasarkan nomor urut. Makanya dulu ketika kita masih menggunakan sistem ini dikenal beberapa istilah seperti “nomor kancing“ bagi para calon nomor urut jadi dan “nomor sepatu” untuk para calon nomor buntut.
Dari gambaran tersebut maka sistem proporsional terbuka lebih menjamin daulat rakyat. Dimana pada sistem proporsional terbuka rakyat pemilih lebih memiliki pengetahuan dan otoritas langsung dalam memilih dan menentukan wakil-wakil mereka yang akan duduk di kursi DPR dan DPRD.
Sebaiknya sistem proposinal tertutup tidak memberikan pengetahuan dan partisipasi kepada para pemilih karena penentuan calon terpilih dipegang oleh partai.
Konstitusioanlitas Sistem Proporsional Terbuka
Kedua sistem ini selalu menjadi polemik, tercatat telah 200 kali dilakukan uji materi di MK atas sistem ini. Kini di saat tahapan pemilu sudah berlangsung Uji materi atas Pasal 168 ayat (2) UU No.17/2017 kembali dilakukan oleh beberapa partai politik baik kedudukannya sebagai pemohon maupun sebAgai pihak terkait.
Dalil yang dikemukakan oleh pemohon dan pihak terkait diantaranya berangkat dari kekhawatiran pemohon pada sistem Pemilu secara langsung yang dianggap mereduksi kedudukan partai politik dari posisinya selaku kontestan pemilu terutama peran parpol pengusung dalam menentukan kandidat mana yang akan duduk paska perolehan suara.
Kita tentu menyadari bahwa tidak ada sistem pemilu yang ideal, kedua sistem proporsional ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Makanya oleh beberapa pihak mengambil jalan tengah dengan mengusulkan sistem hybrid untuk mengokomidir Kedua sistem ini.
Tapi untuk melawan lupa sistem proporsional tertutup pernah menjadi bagian dari sisi gelap kehidupan bangsa ini. Jika sistem ini yang terlaksana maka akan membuat rakyat seolah “berjudi” dalam menentukan wakil-wakilnya di tengah kondisi kepartaian kita saat ini yang ditengarai telah dikooptasi oleh oligarki.
Termasuk organisasi dan manajemen internal kepartaian yang masih jauh dari prototipe partai modern. Lihat saja sistem kaderisasi dan kepemimpinan. Sebagian besar banyaknya partai masih melanggengkan tipe kepemimpinan otokratis yang menggantungkan partai pada seseorang (pendiri atau ketua). Jangan heran jika kepemimpinan dan caleg-caleg yang ditawarkan pun masih kental pengaruh nepotisme keluarga (dinasti) lewat anak, ponakan hingga menantu.
Sehingga pilihan dengan demikian maka sistem proporsional terbuka juga lebih konstitusional, kendatipun tidak dimuat secara normatif dalam konstitusi (UUD 45) namun sistem ini merupakan pengejawantahan dari sistem dan bentuk negara dalam konstitusi yakni tentang kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Konstitusionalitas lainnya bisa didekati dalam konteks hak sipil dan politik rakyat yakni hak memilih dan dipilih (Pasal 28D ayat (3) UUD 1945). Sistem proporsional terbuka lebih menjamin hak konstitusional warga negara dimana pemilih (rakyat) bisa dengan bebas menentukan wakilnya secara langsung.
Padahal Perkembangan Politik-ketatanegaraan Indonesia paska reformasi telah mengalami perubahan yang menyeluruh.
Perubahan konstitusi dan penataan format politik membawa konsekwensi pada sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan termasuk sistem keterwakilan rakyat ke arah demokrasi yang lebih terbuka, partisipatif dan refresentatif.
Termasuk dengan dianutnya sistem pemilu proporsional terbuka dalam beberapa kali perubahan regulasi pemilu, terakhir dengan Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2017.
Tentunya tata demokrasi kita tidak boleh mundur ke belakangan ke sistem demokrasi tertutup dan eksklusif, ditunjukkan oleh masih kuatnya otoritas partai dan dominasi elit politik. Sebuah kondisi yang jauh dari prinsip-prinsip demokrasi yakni prinsip egaliter, terbuka, partisipatif dan refresentatif.
Akhirnya, Pemilu 2024 sebagai siklus demokrasi dan proses elektoral diharapkan lebih berkualitas dan berfaedah yakni membuat demokrasi semakin bermakna (subtantif) dan membuat negara lebih sejahtera. Semoga!(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.