Cerita Syahrul Bertahun-tahun Jadi Guru Honorer, Jatuh di Jembatan hingga Diupah Hanya Rp 350 Ribu
Pria lulusan Universitas Muslim Maros ini menceritakan pengalaman pertamanya mengajar di SD An-Nas Salasa, Cenrana pada tahun 2015.
Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUNMAROS.COM, CENRANA - Berprofesi sebagai seorang guru bukanlah hal yang mudah, terutama jika harus mengajar di wilayah terpencil.
Ditambah lagi, status sebagai guru honorer dengan pendapatan yang tidak seberapa.
Hal ini dirasakan oleh Syahrul (32), seorang guru honorer asal Desa Labuaja, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Syahrul telah mengabdikan dirinya sebagai tenaga honorer di wilayah terpencil selama lebih dari satu dekade.
Ia mengaku telah tiga kali berpindah sekolah karena posisinya selalu tergeser oleh guru ASN.
Pria lulusan Universitas Muslim Maros ini menceritakan pengalaman pertamanya mengajar di SD An-Nas Salasa, Cenrana pada tahun 2015.
Di SD tersebut, Syahrul mengajar selama setahun.
"Upahnya saat itu hanya sekitar Rp 350 sampai Rp 400 ribu dan dibayarkan setiap tiga bulan," katanya, Selasa (2/5/2023).
Pada tahun 2017, Syahrul mendapatkan kesempatan mengajar di UPTD SMPN 33 Satap Bonto Panno, Cenrana.
Ia mengajar di sana selama sekitar lima tahun.
Namun, sayangnya pada tahun berikutnya, Syahrul kembali tergeser dari posisinya.
"Saya dibayar sekitar Rp 4 ribu per jam di SMPN Satap Bonto Panno. Kadang-kadang yang diterima bersih adalah Rp 600 ribu, dan itu dibayarkan setiap tiga bulan," tambahnya.
Pada tahun 2022, Syahrul diterima bekerja kembali sebagai tenaga honorer di SDN 46 Madello, Cenrana.
"Sampai sekarang saya bekerja di sini, dan terdapat sedikit peningkatan upah yaitu sekitar Rp 700 ribu per bulan," ungkapnya.
Syahrul menghadapi banyak suka duka selama mengajar di wilayah terpencil.
Pernah suatu saat saat ia masih mengajar di UPTD SMPN 33 Satap Bonto Panno, ia jatuh ke sungai.
Baca juga: Kisah Jumadil Terpaksa Putus Sekolah karena Tak Mampu Beli HP untuk Belajar Online
Baca juga: Pimpin Upacara Hardiknas di Barru, Suardi Saleh Tekankan Koordinasi untuk Tingkatkan Pendidikan
Hal ini terjadi karena jembatan bambu yang ia lewati saat menuju sekolah tidak mampu menahan bobot tubuhnya.
"Jembatannya hanya terdiri dari dua batang bambu yang disusun sebagai jembatan. Selain itu, saya harus berjalan kaki sejauh 3 km," tuturnya.
Pria yang lahir pada tahun 1991 ini pernah mencoba peruntungannya dengan mengikuti tes CPNS sebanyak tiga kali.
"Saya juga mengikuti tes PPPK satu kali, namun hasilnya nihil," tambahnya.
Oleh karena itu, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), ia berharap agar tenaga honorer dapat lebih diperhatikan.
"Terutama bagi honorer yang sudah terdaftar di Dapodik dan terdaftar sebagai P3, diharapkan dapat diangkat langsung menjadi CPNS maupun ASN P3K tanpa harus mengikuti tes lagi," tuturnya.(*)
CEK FAKTA: RMS Mundur dari Partai Nasdem |
![]() |
---|
Sosok Rafli Fasyah, Jenderal Lapangan Demo Tolak Kenaikan PBB 300 Persen Bone, Pimpin 1.000 Orang |
![]() |
---|
Sambut HUT ke-80 RI, PT Semen Bosowa Maros Gelar FAST 2025 |
![]() |
---|
Bupati Maros Ajak Pramuka Tangkal Narkoba dan Bullying di Era Digital |
![]() |
---|
Opini : Kemerdekaan Masyarakat Pesisir, Masihkah Sebatas Harapan Atau Realitas? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.