Kilas Tokyo Tribun Timur
Mencari Ketika Tiada
Juga berlandaskan iman; karena dilecut menjadi pribadi yang bisa beribadah secara ikhlas tanpa memperdulikan pandangan penilaian orang lain di sekitar

Oleh:
Muh Zulkifli Mochtar
Doktor alumni Jepang, bermukim di Tokyo
TRIBUN-TIMUR.COM - Tentu saja Ramadan di Tokyo berbeda dengan di Indonesia.
Warga tetap sibuk bekerja pagi hingga malam, restoran terus penuh sibuk sepanjang hari. Suara azan bersahutan di tengah kota tidak terdengar.
Tidak ada ceramah agama di TV menunggu waktu beduk buka. Siswa di sekolah tetap harus makan siang bersama di kelas. Maklum saja, mayoritas warga menganut Shinto, Budha atau Kristen.
Seberapa banyak jumlah muslim? Belum banyak. Menurut The Economist, di tahun 2019 penganut Islam masih berkisar 0,2 persen dari total 127 juta penduduk.
Tentu saja kami rindu nuansa masa kecil; kehebohan menu berbuka, kemeriahan tarawih bersama di mesjid, kebahagiaan menunggu tibanya Idul Fitri yang serba menggembirakan.
Apalagi sifat hakiki manusia, sering merasa pentingnya keberadaan sesuatu ketika sesuatu itu tidak ada. Ketika terbaring sakit di rumah sakit, baru merasakan betapa penting nilai kesehatan.
Saat berada di desa terpencil tanpa listrik, baru terasa betapa praktisnya tinggal di kota modern serba otomatis, serba gadget, serba pencet saja. Saat nuansa agama tidak terlihat, disaat itulah justru muncul kerinduan untuk mencarinya.
Ini pulalah yang justru memunculkan kenikmatan lain beribadah di negara non muslim. Mengapa? Perlahan bisa memaknai puasa sebagai suatu ibadah spiritual.
Juga berlandaskan iman; karena dilecut menjadi pribadi yang bisa beribadah secara ikhlas tanpa memperdulikan pandangan penilaian orang lain di sekitar.
Jika tidak ikhlas, bagaimana mungkin seorang anak SD bisa bersabar menahan lapar sendiri di sekolahnya ketika semua temannya asyik makan siang bersama? Hakikat puasa adalah melawan diri sendiri. Bukan untuk orang lain.
Dalam hingar bingar kesibukan aktifitas warga di pusat pusat bisnis kota Tokyo, terselip beberapa masjid atau mushola kecil di beberapa sudut kota yang memperdengarkan lantunan azan pelan pelan syahdu khusus dalam ruangan masjid.
Ada masjid Camii di daerah Yoyogi, Mesjid Indonesia di Meguro, Mesjid Otsuka di Otsuka stasiun, Mesjid Darul Arqam di daerah Higashi Asakusa.
Juga ada masjid Nusantara yang terletak di tengah Electronic dan Anime Town Akihabara. Lalu ada masjid Al
Tawheed di Hachioji dekat dari rumah saya. Dan beberapa yang lain lagi.
Dari mesjid inilah masih terdengar suara air wudhu mengalir dari keran membasuh wajah jemaah. Masih terdengar sayup sayup suara jemaah melantunkan ayat Alquran dengan indah. Masih terlihat para jemaah bersama keluarga datang dari berbagai negara, berbaur bersama menikmati lezatnya hidangan iftar yang menunya umumnya menggunakan sistem potluck membawa makanan dan minuman untuk dinikmati bersama.
Ibadah puasa tahun ini dilaksanakan dalam suasana menyenangkan: suhu pas antara 10 - 20 derajat celcius di musim semi. Terasa hangat setelah beberapa bulan suhu dingin bahkan hingga minus.
Ya, serasa menghirup udara baru, perasaan juga hangat nan cerah. Bertepatan musim bunga sakura yang berwarna putih, merah jambu atau kuning bermekaran di penjuru kota.
Mekarnya juga cuma seminggu, setelah itu jatuh berguguran.
Musim semi juga simbol berbagai suasana baru seperti wisuda penamatan, tahun ajaran baru sekolah, bulan pertama masuk kerja dan banyak lagi.
Apalagi menurut data Ministry of Health, Labour, Welfare bersama bersama Ministry of Education menunjukkan 90,9 persen lulusan universitas maret tahun ini sudah diterima di berbagai lapangan kerja. Warga Jepang pun sibuk dipenuhi harapan baru.
Beginilah ramadhan kami di Tokyo. Ada kenikmatan hakiki ibadah yang hanya bisa terasa saat berada di negara non muslim.
Saya sampaikan ke anak, biarkan hidup ini mengalir kemana saja; yang penting prinsip hidup tidak ikut larut terikut arus.
Semata mata hanya Allah yang melihat ibadah kita, justru akan luar biasa terasa lebih nikmat.***
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.