Opini Tribun Timur
Wahai Pengusaha Sulsel, Jangan Buruk Muka Cermin Dibelah
Secara khusus, seberapa besar keberpihakan Gubernur, Walikota dan Bupati di Sulsel terhadap para pelaku usaha pribumi Bugis Makassar?
Oleh: Mulawarman
Jurnalis, Alumni FE Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Pekan terakhir bulan Januari lalu, di forum diskusi Dari Pengusaha ke Pengusaha Untuk Masa Depan Indonesia di Wisma Kalla, untuk ketiga kalinya Jusuf Kalla kembali mempertanyakan perihal prospek para pengusaha pribumi di Sulsel yang tidak bisa berkembang.
"Mengapa para pengusaha kita tidak bisa berkembang, padahal mereka sudah lebih dulu berusaha?" tanya Kalla yang sebelumnya ketika membuka acara pembukaan Pertemuan Saudagar Bugis Makassar 2022 lalu, JK juga melontarkan pertanyaan yang sama ke publik Sulsel.
Jusuf Kalla mencoba menganalisa keadaan itu, yang kemudian dikatakannya bahwa hal itu karena disebabkan tidak ada penerusnya. "Diler (dealer) mobil pertama di Makassar adalah pribumi asli, namanya Pak Mappakaya. Dia diler mobil Fiat. Tapi tidak ada keluarga atau anaknya yang melanjutkan.
Anak Pak Mappakaya ada 2, satu jadi pegawai Pertamina, satunya lagi jadi pemain bola. Demikian juga, dulu ada pribumi asli yang menjadi kontraktor besar di Sulsel, namanya perusahaannya, PT Borobudur. Juga bernasib sama, tak ada yang melanjutkan. Dan banyak pengusaha pribumi kita, tidak berkembang lalu hilang," tutur Jusuf Kalla.
Kemudian dia coba bandingkan dengan para pengusaha yang berasal dari keluarga keturunan Tionghoa yang dinilainya lebih maju dan sejahtera.
"Mereka itu kalau punya usaha, dari tiap anak-anaknya dibuatkan usaha. Kemudian masing-masing mengembangkannya. Jadilah usaha mereka semakin tumbuh dan besar. Mereka para Tionghoa itu, pake deret ukur, kita pribumi kebanyakan pake deret hitung," kata JK lagi.
Dari dua fakta itu dia kemudian menyimpulkan bahwa faktor penyebab usaha pribumi tidak pernah maju karena tidak ada pelanjutnya.
Pendapat itu boleh jadi betul dari satu faktor, namun tidak menutup kemungkinan ada faktor lain yang menyebabkan para pengusaha pribumi kita, tidak kunjung berkembang. Tulisan ini ingin melihat lebih jauh kemungkinan lain dari kurang berkembangnya usaha di lingkungan anak-anak pribumi, orang Bugis Makassar.
Menjaga Terus Tumbuh
Untuk menganalisa lebih jauh apakah pengusaha di Sulsel maju atau mundur, sebetulnya tidak terlepas dari insight kita terhadap jumlah pengusaha itu sendiri. Karena menyebut pengusaha Sulsel secara otomatis tidak dapat menunjuk orang per orang, tapi harus secara kumulatif.
Kalau pun ada seorang pengusaha tertentu di Sulsel, misalnya, yang dulu maju, kemudian mundur dan bangkrut, itu tidak dapat disebut representatif pengusaha Sulsel secara keseluruhan. Karena boleh jadi sifatnya hanya kasuistik.
Lalu pertanyaanya: berapa jumlah pengusaha di Sulsel? Tidak ada data yang jelas menyebutkan, baik oleh Kadin Sulsel maupun Hipmi Sulsel. Bila pun ada, datanya tidak update. Dari googling, sebagian disebut dalam bentuk persentase, yaitu 0,2 persen.
Artinya, kalau penduduk Sulsel tahun lalu ada 9 juta, maka jumlah pengusaha di Sulsel ada 18.000 orang.
Berbeda bila mengacu kepada data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel, maka jumlah pengusaha jenis UMKM di 2021 ada 1,5 juta unit. Naik dari 940 ribu unit usaha dari dua tahun sebelumnya.
Itu artinya kalau memasukan sektor UMKM sebagai para pengusaha, maka jumlah pengusaha di Sulsel terus tumbuh dan besar.
Hanya saja, untuk mengetahui lebih jauh siapa pengusaha yang maju atau mundur dari mereka, perlu ditanyakan: seperti apa profilnya? Bila kembali meminjam kategori Jusuf Kalla, pengusaha pribumi dan pengusaha keturunan Tionghoa atau Cina, berapa jumlah dari masing-masing kelompok tersebut yang mengalami dua keadaan itu?
Tidak ada data yang pasti mengenai ini.
Faktanya dalam bisnis maju dan mundur atau bangkrut adalah hal yang lumrah. Kalau pun mau pakai terminologi JK: banyak pengusaha di Sulsel yang tidak berkembang dan mati itu boleh jadi ada, namun kita juga harus ingat bahwa tidak sedikit pula usaha baru yang tumbuh dan berkembang.
Terlebih dengan kesempatan migrasi dunia digital belakangan ini, kesempatan pengusaha dan UMKM Sulsel tumbuh lebih prospek. Tokopedia menyebut seller di Sulsel tumbuh 59 persen pada tiga tahun lalu.
Data BI wilayah Sulsel menyebut transaksi uang digital sebesar Rp1,7 triliun dan e-commerce Rp1,8triliun. Besaran ini menunjukkan efektivitas transformasi para pengusaha Sulsel ke dunia digital.
Karena itu persoalan pengusaha ini bukan hanya pada tumbuh dan mati, namun yang paling penting adalah menjaga para pelaku usaha kita yang telah tumbuh tetap terus tumbuh, dan yang mati coba dibangkitkan kembali. Demikian juga yang tumbuh ini dibuat bagaimana agar semakin berkualitas dari jumlah dan pengaruhnya.
Keberpihakan
Bila kita melacak atau mencari tau kebelakang, maka Orde Lama pernah punya kebijakan untuk memajukan para pengusaha kita, khususnya pribumi. Bung Karno menamainya Gerakan Benten (Tahun1950-1959) yang bertujuan memajukan para pengusaha pribumi yang kuat dengan menjalin kerjasama dengan non pribumi.
Memberikan latihan dan bantuan permodalan, subsidi, kredit, dan konsensi kepada para pengusaha pribumi. Tidak kurang ada 700 pengusaha pribumi diberi modal. Sudarpo, Bakrie, Hasyim Ning, dan Gobel adalah di antara pengusaha pribumi yang sukses dan berhasil.
Kemudian di zaman Orde Baru, pemerintah mengenalkan konsep pengusaha nasional yang juga punya tujuan sama. Program ini muncul sebagai respons atas penentangan pengusaha pribumi akibat Orde Baru yang lebih berpihak kepada pengusaha Cina.
Subekti (1996) mendata dari 200 konglomerat terbesar Indonesia, 163 di antaranya pengusaha Cina di papan atas dan sisanya, 37 pribumi menduduki papan bawah.
Konsep pengusaha nasional yang dikenalkan itu diklaim sebagai penyatuan identitas, di mana pengusaha pribumi atau Cina sama-sama untuk bangsa, bukan untuk kepentingan ras masing-masing.
Kebijakan ini, sebagian membuka kerjasama komersial antara pengusaha Cina dan Pribumi, di mana banyak perusahaan Cina yang pemegang sahamnya orang pribumi.
Era Menteri Bappenas dan Menko Ekuin Ginanjar Kartasasmita harus diakui menjadi kelanjutan dari keberpihakan pemerintah atas para pengusaha pribumi.
Pembinaan pengusaha pribumi dibawah Tim Pengendalian Lintas Departemen yang ketuanya Sudharmono yang ditargetkan dapat menandingi kelompok pengusaha Cina yang populer dengan nama Kelompok Jimbaran (Liem Soe Liong, Eka Cipta, Mochtar Riadi, Ciputra, dan William).
Dari pengusaha pribumi antara lain muncul seperti Arifin Panigoro, Aburizal, Jusuf Kalla, Fahmi Idris, Fadel Muhammad, dan Sugeng Surjadi.
Peran Gubernur, Walikota, Bupati di Sulsel
Pertanyaannya sekarang, sejauhmana upaya rekayasa dalam membuat pengusaha baru kita terus tumbuh? Adakah upayah pemerintah Provinsi, Kota/Kabupaten di Sulsel dalam membuat para pelaku usaha kecil ini tumbuh semakin berkualitas.
Secara khusus, seberapa besar keberpihakan Gubernur, Walikota dan Bupati di Sulsel terhadap para pelaku usaha pribumi Bugis Makassar? Apakah para pengusaha kita yang telah besar, pribumi maupun Tionghoa telah optimal membantu pengusaha kecil lainnya agar tumbuh?
Adakah Gubernur, Walikota dan Bupati di Sulsel ini memiliki keberpihakan, sama seperti keberpihakan Andi Pangerang Pettarani Gubernur Sulawesi sukses mentranformasikan program Benten Bung Karno dan mengawalnya dengan baik di Sulsel.
Andi Pangerang Membantu mempermudah permodalan, subsidi kredit, dan pembserian konsensi kepada para pengusaha pribumi. Kemudian Andi Rifai Gubernur Sulawesi Selatan berikutnya, lebih membumika program Benten di lapangan di Sulsel.
Rifai benar-benar menyatukan pengusaha pribumi dengan Tionghoa, sehingga muncul istilah pengusaha Ali Baba. Karena Ali yang pribumi punya aturan, perizinan, subsidi, dispensasi, dan lainya. Baba panggilan pengusaha Cina atau keturunan Tionghoa yang punya modalnya atau uangnya.
Program Benten yang merekayasa menumbuh kembangkan pengusaha pribumi, di Sulsel, berhasil melahirkan banyak pengusaha pribumi Bugis Makassar.
Mereka adalah Muhammadong, Syamsuddin Daeng Mangawing, Latunrung, Haji La Bintang Firma Wajo dealer pertama Toyota di Sulsel, Haji Zanusi Padaidi Padaelo yang dipuncak kejayannya memiliki 600 bus.
Gubernur Sulsel berikutnya, Ahmad Lamo lalu berupaya merawat keberhasilan Andi Pangerang Pettarani dan Andi Rifai itu, dengan membantu sarjana-sarjana baru, khususnya mantan-mantan aktivis mahasiswa untuk memiliki jiwa wirausaha.
Ahmad Lamo, mempermudah perisizinan, dan mendapatkan modal, khusus dapatkan kredit khusus usaha kecil program Presiden Soeharto 1978, pemberian konpensasi dan rekomendasi.
Lahirlah di antaranya Jusuf Kalla yang kemudian oleh Ahmad Amiruddin Gubernur Sulsel berikutnya direkomendasikan ke Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita untuk ikut dalam program Pengusaha Nasional Presiden Soeharto, Aburizal, Arifin Panigoro dan Fahmi Idris bersama 8 orang temannya sesama mantan aktivis mahasiswa yang kemudian dikenal sampai saat ini dengan nama kelompok bisnis Kodel Grup.
Sudah optimalkah keberpihakan kita ke pengusaha-pengusaha pribumi Bugis Makassar? Seberapa banyak proyek-proyek pemerintah daerah kita di Sulsel yang diberikan priveleg kepada pengusaha-pengusaha baru tumbuh, pengusaha-pengusaha muda dari kalangan pribumi Bugis Makassar.
Bila jawabannya belum optimal, jangan-jangan kita sejauh ini turut berkonstribusi besar membuat para pengusaha pribumi bangkrut dan tidak tumbuh berkembang.
Dan bila pengusaha-pengusaha Tionghoa dan pengusaha-pengusaha pribumi kita yang sudah besar egois, hanya lebih mementingkan usaha sendiri dibandingkan memberi peluang bagi saudara-saudara kita pribumi Bugis Makassar, khususnya penguaaha-pengusaha muda Bugis Makassar, maka dipastikan anda bagian darinya.
Karenanya pengusaha-pengusaha baru dan muda di Sulsel, jangan diharap bisa tumbuh berkembang.
Jadilah memumbuh kembangkan dan membantu pengusaha pribumi Bugis Makassar hanya jadi sekedar jargon-jargon Gubernur, Walikota dan bupati di masa kampanye Pilkada dan tema ceramah temu usaha atau kisah sukses pengusaha-pengusaha besar Tionghoa dan pribumi .
Sebab faktanya di Sulsel, kata mantan Ketua KPK Bambang Wijayanto beberapa hari setelah Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah dicokot KPK, ada Walikota dan banyak Bupati di Sulsel yang memberikan previlege ke pengusaha yang menjadi cukong atau pemodalnya di Pilkada.
Sehingga diyakini, mereka Gubernur, Walikota, dan Bupati tidak akan pernah berpihak kepada kepentingan menumbuh kembangkan pengusaha pribumi Bugis Makassar di daerahnya.
"Tetapi kalau KPK bekerja benar, bersama LSM anti korupsi dan media massa, maka bisa diyakini kasus korupsi di Sulsel, tidak hanya sampe di Nurdin Abdullah. Tetapi sampai di akar-akarnya, di Bupati/Walikota bersama beserta para cukong-cukong," kata Bambang.
Pemerintahan yang bersih dari korupsi, nepotisme dan kolusi, pasti menjadikan daerah ini, lahan subur tempat tumbuh berkembangnya pengusaha-pengusaha baru dan terciptanya iklin usaha dan berusaha yang sehat. Pengusaha dan usaha, punya peluang yang sama untuk tumbuh dan berkembang di daerah ini, di Sulsel ini. Tabe.(*)
Surat untuk Presiden Prabowo: Bapak akan Tersenyum di Hadapan Tuhan Bersama Semua Pahlawan itu |
![]() |
---|
Opini Kemandirian Pangan: Menakar peran Strategis Peternakan |
![]() |
---|
Ketidakadilan Pemantik Kericuhan Sosial |
![]() |
---|
Panggilan Jiwa Presiden Mengisi Perut Rakyat Terus Melaju |
![]() |
---|
Bukan Rapat Biasa, Ini Strategi Cerdas Daeng Manye Mencari 'The Next Top Leader' di Takalar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.