Opini Tribun Timur
Wahai Pengusaha Sulsel, Jangan Buruk Muka Cermin Dibelah
Secara khusus, seberapa besar keberpihakan Gubernur, Walikota dan Bupati di Sulsel terhadap para pelaku usaha pribumi Bugis Makassar?
Itu artinya kalau memasukan sektor UMKM sebagai para pengusaha, maka jumlah pengusaha di Sulsel terus tumbuh dan besar.
Hanya saja, untuk mengetahui lebih jauh siapa pengusaha yang maju atau mundur dari mereka, perlu ditanyakan: seperti apa profilnya? Bila kembali meminjam kategori Jusuf Kalla, pengusaha pribumi dan pengusaha keturunan Tionghoa atau Cina, berapa jumlah dari masing-masing kelompok tersebut yang mengalami dua keadaan itu?
Tidak ada data yang pasti mengenai ini.
Faktanya dalam bisnis maju dan mundur atau bangkrut adalah hal yang lumrah. Kalau pun mau pakai terminologi JK: banyak pengusaha di Sulsel yang tidak berkembang dan mati itu boleh jadi ada, namun kita juga harus ingat bahwa tidak sedikit pula usaha baru yang tumbuh dan berkembang.
Terlebih dengan kesempatan migrasi dunia digital belakangan ini, kesempatan pengusaha dan UMKM Sulsel tumbuh lebih prospek. Tokopedia menyebut seller di Sulsel tumbuh 59 persen pada tiga tahun lalu.
Data BI wilayah Sulsel menyebut transaksi uang digital sebesar Rp1,7 triliun dan e-commerce Rp1,8triliun. Besaran ini menunjukkan efektivitas transformasi para pengusaha Sulsel ke dunia digital.
Karena itu persoalan pengusaha ini bukan hanya pada tumbuh dan mati, namun yang paling penting adalah menjaga para pelaku usaha kita yang telah tumbuh tetap terus tumbuh, dan yang mati coba dibangkitkan kembali. Demikian juga yang tumbuh ini dibuat bagaimana agar semakin berkualitas dari jumlah dan pengaruhnya.
Keberpihakan
Bila kita melacak atau mencari tau kebelakang, maka Orde Lama pernah punya kebijakan untuk memajukan para pengusaha kita, khususnya pribumi. Bung Karno menamainya Gerakan Benten (Tahun1950-1959) yang bertujuan memajukan para pengusaha pribumi yang kuat dengan menjalin kerjasama dengan non pribumi.
Memberikan latihan dan bantuan permodalan, subsidi, kredit, dan konsensi kepada para pengusaha pribumi. Tidak kurang ada 700 pengusaha pribumi diberi modal. Sudarpo, Bakrie, Hasyim Ning, dan Gobel adalah di antara pengusaha pribumi yang sukses dan berhasil.
Kemudian di zaman Orde Baru, pemerintah mengenalkan konsep pengusaha nasional yang juga punya tujuan sama. Program ini muncul sebagai respons atas penentangan pengusaha pribumi akibat Orde Baru yang lebih berpihak kepada pengusaha Cina.
Subekti (1996) mendata dari 200 konglomerat terbesar Indonesia, 163 di antaranya pengusaha Cina di papan atas dan sisanya, 37 pribumi menduduki papan bawah.
Konsep pengusaha nasional yang dikenalkan itu diklaim sebagai penyatuan identitas, di mana pengusaha pribumi atau Cina sama-sama untuk bangsa, bukan untuk kepentingan ras masing-masing.
Kebijakan ini, sebagian membuka kerjasama komersial antara pengusaha Cina dan Pribumi, di mana banyak perusahaan Cina yang pemegang sahamnya orang pribumi.
Era Menteri Bappenas dan Menko Ekuin Ginanjar Kartasasmita harus diakui menjadi kelanjutan dari keberpihakan pemerintah atas para pengusaha pribumi.
Ketidakadilan Pemantik Kericuhan Sosial |
![]() |
---|
Panggilan Jiwa Presiden Mengisi Perut Rakyat Terus Melaju |
![]() |
---|
Bukan Rapat Biasa, Ini Strategi Cerdas Daeng Manye Mencari 'The Next Top Leader' di Takalar |
![]() |
---|
1 Juni: Pancasila Tetap Luhur, Walau Inter Milan Amburadul |
![]() |
---|
Cinta yang Hilang: Bahasa Diam Dalam Hubungan Digital |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.