Opini
Magnet 'Uang Setan' dan Dampaknya
Itulah wajah demokrasi kita, benar-benar tantangan diperhadapkan praktek politik uang, bagai sekam, bara dalam genggaman.
Membisikkan dan menentukan nafas warga dengan edukasi politik akal sehat, sebagai harapan arah kebijakan pembangunan, kesejahteraan dan peningkatan SDM.
Nalar kritis orang di kampung dan kota mestinya selalu dipantik, untuk menyeleksi karakter dan kualitas kepemimpinan dimasa mendatang.
Sebab, prilaku elit politik terkadang muncul seperti musim hujan. Tiba-tiba hadir membawa benih-benih harapan, namun pergi begitu saja usai menebar janji-janjinya.
Maka pemahaman warga tentang demokrasi, politik, kepemiluan dan kebijakan harus diperkuat. Agar mereka tidak tersesat dalam keramaian janji musiman.
Suara mereka tak boleh tergadaikan begitu saja oleh praktek politik transaksional dengan cara-cara culas. Ia harus bernilai sebagai senjata ampuh menentukan (pilihan) calon pemimpin terbaik.
Olehnya praktek transaksional itu yang seringkali dianggap lumrah sebagai sebuah kewajaran, mesti diamputasi karena seolah sebagai sebuah produk kebudayaan. Padahal prilaku itu justeru bertentangan dengan esensi kebudayaan.
Diakhir tulisan ini, mengutip nalar sehat Isaac Newton, seorang filsuf asal Inggris, ia berkata, "saya memang tidak cerdas, tapi saya suka mengamati dengan cermat.
Ada jutaan orang hanya melihat dedaunan jatuh, tetapi orang tidak bertanya (kecuali Newton) mengapa daun bisa jatuh?"
Jika dianalogikan, memang tak semua orang cerdas, namun pasti ada yang mengamati dengan nalar sehat (cermat), ada jutaan orang menganggap poltik uang sebagai sedekah, tetapi tidak bertanya mengapa kebijakan politik jatuh tak berpihak dalam kehidupan rakyat untuk sejahtera.
Ooh mungkinkah karena "uang setan".(*)