Opini Irwan SAg
Tallu Cappa sebagi Benteng Moral
Beberapa pekan terakhir kita disuguhi berbagai informasi di berbagai media tentang kasus kekerasan seksual.
Isi ayat tersebut adalah “Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya.”
Ayat di atas memposisikan tau bura’ne (kaum laki-laki) sebagai subjek. Ayat ini juga hanya memposisikan laki-laki dalam kategori beriman.
Kenapa? Dalam pandangan Qurani hanya laki-laki berimanlah serta yang berbudayalah yang bisa menjaga cappa katauwang-nya.
Tentu ayat ini juga mengkritisi mereka yang pandai memoles dirinya dengan make up agamis namun perilakunya masih sering mengumbar hawa nafsu.
Bukankah akhir-akhir ini para predator seksual terlihat cukup agamis?
Atau paling tidak pekerjaannya tidak jauh dari ruang lingkup agama.
Membumikan tallu cappa’; bisa diajarkan sejak usia dini. Bagaimana anak usia didik diajarkan untuk selalu berucap hal-hal yang positif.
Di usia remaja cappa’ badik disosialisasikan sebagai bagian dari siri. Di usia ini rentan terjadi gap antar remaja hanya karena hal-hal sepela.
Badik untuk usia remaja tidak dianggap sebagai “senjata”, untuk melukai orang lain yang berbeda paham.
Tapi badik harus ditekankan bahwa itu benda sakral yang hanya orang dewasalah yang bisa membawanya.
Cappa’katauwang bisa berfungsi sebagai sex education.
Di tengah maraknya pelecehan seksual, anak-anak kita perlu pembekalan dari rumah bahwa daerah kemaluan itu adalah wilayah privasi.
Tidak boleh orang lain menyentuhnya ataupun sebaliknya tidak boleh menyentuh kemaluan orang lain.
Perlu juga pendekatan dari sisi kesehatan bahwa di usia remaja daerah Cappa’ katauwang perlu diperhatikan kebersihannya.
Sebagaimana pesan Nabi yang berbunyi: Bersuci (thaharah) itu setengah daripada iman." (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi). Dalam hadits lain disebutkan: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada lima macam fitrah, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak." (HR. Bukhari dan Muslim).
Di sini kita bisa melihat keselarasan antara Al Quran, Pesan Nabi dan Pappasang tu riolo dalam membentengi diri dari perilaku negatif.
Jadi tidak ada asalan untuk tidak membumikan kembali falsafah tallu cappa’ dalam melakoni kehidupan kita masing-masing.(*)