Tribun Bone
Siaran Langsung: Dirusak Penambang Liar, Situs Kerajaan Bone Adalah Pusat Pemerintahan di Masa Lalu
La Patau dikenali sebagai Raja Bone ke-16 dan Raja Soppeng ke-18 dengan masa pemerintahan antara 1696-1714 M.
Penulis: Kasdar Kasau | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM- Makam ibunda Raja Bone ke-16 La Patau Matanna Tikka, We Mappolo Bombang saat ini rusak.
Kerajaan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone, merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini.
Kerajaan ini menguasai areal sekitar 2.600 kilo meter persegi di masa lampau wilayah Sulawesi Selatan.
Penambang liar merusak kompleks situs Raja Bone.
Sehingga, saat ini, kepolisian resort (Polres) Bone sudah turun tangan.
Baca juga: Oknum Penambang Liar Rusak Situs Raja Bone Kini Dilimpahkan ke Tipiter Polres Bone
La Patau dikenali sebagai Raja Bone ke-16 dan Raja Soppeng ke-18 dengan masa pemerintahan antara 1696-1714 M.
Situs Raja Bone ini terletak di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.
Di situs ini adalah pusat pemerintahan Raja Bone di masa lalu.
Cenrana adalah area yang diapit dua sungai besar.
Ada ratusan makam di Cenrana.
Termasuk makam La Patau Matanna Tikka.
Area ini juga adalah benteng perlindungan Raja Bone ketika masa perang.
Organisasi Raja Bone
Organisasi yang berganggotakan keturunan Raja Bone terbentuk.
Namanya Perwira, akronim dari Perhimpuan Wija Raja La Patau Matanna Tikka.
Sebagai langkah awal, dilakukan penandatanganan akta pendirian di Hotel Claro, Jl Andi Pangerang Petta Rani, Makassar, Rabu (2/2/2022).
Organisasi ini didasari ikatan persaudaraan dan keturunan dari La Patau Matanna Tikka dengan cakupan yang meluas.
Setelah melalui tahap demi tahap perumusan dasar-dasar organisasi ini, maka pilihan pada akronim Perwira.
La Patau dikenali sebagai Raja Bone ke-16 dan Raja Soppeng ke-18 dengan masa pemerintahan antara 1696-1714 M.
Hal yang mendasari pemilihan La Patau menjadi latar penamaan perhimpunan ini oleh karena secara historis beliau adalah figur yang berhasil meletakkan dasar-dasar persatuan dan kekerabatan masyarakat Sulawesi Selatan.
Sejak akhir abad ke-XVII beliau sudah merintis ikatan persaudaraan yang kuat melalui jalinan kekerabatan antarbangsawan pada tiga kerajaan utama yaitu Bone, Gowa, dan Luwu.
Jalinan kekerabatan pun dirangkai juga dengan Wajo, Soppeng, Sidenreng, Maros, Tanete, Bulukumba, Takalar, Jeneponto, Suppa’, Sawitto, beberapa kerajaan-kerajaan lainnya.

Bahkan melalui keturunan beliau, juga terangkai kekerabatan Bugis - Makassar dengan kerajaan luar seperti Suwawa di Gorontalo, Sumbawa, Lombok, Bima di NTT, Banawa, Donggala di Sulawesi Tengah, bahkan kekerabatan juga terbentuk dengan kerajaan-kerajaan Melayu di wilayah Semenanjung Tanah Melayu ( Malaysia ).
Saya sebagai salah seorang penggagas berdirinya Perwira menuturkan, jika kita melihat perjalanan sejarah, maka diperoleh data bahwa La Patau adalah tokoh penting – bahkan terpenting – karena yang telah meletakkan dasar-dasar hubungan persaudaraan, kerja sama, persatuan di Sulawesi Selatan.
Dasar-dasar hubungan itu tidak terlepas dari kebijakan yang dijalankan oleh sang paman, Arung Palakka, yang berkehendak menciptakan perdamaian abadi di Sulawesi Selatan.
Jalan politik yang dipilih Arung Palakka adalah strategi sosio-kultural yakni dengan mengawinkan La Patau, sang keponakan, dengan putri istana Gowa dan Luwu.
Anak keturunan yang lahir dari masing-masing permaisuri itu kemudian menjadi pewaris tahta di Bone, Gowa, dan Luwu.(*)