Tribun Makassar
Negara dan Keberpihakan
wacana tentang penertiban anak jalanan (Anjal) di Kota Makassar menjadi perhatian dari dari penggiat demokrasi Juanto Avol.
Ataukah kita tak belajar dari Perwali tentang Becak Motor (Bentor), tidak laik jalan tapi dipaksakan?
Maka argumentasi tanya yang paling sering mencuat di muka publik, persoalan posisi negara dan rakyat (warga negara) dimana?
Saat warga kelaparan dan tertatih lunta, negara (pemerintah) seringkali tak hadir berpihak?
Dia hilang bak ditelan panas dan bisingnya hiruk pikuk kaum urban.
Sebaliknya, ketika momentum politik menghampiri, tetiba saja negara (penguasa) muncul dengan sejuta program sosialnya bagai mentari menghangatkan embun.
Itu tak keliru, tetapi semoga bukan hadir sesaat.
Olehnya itu, harapan-harapan warga semestinya menjadi perhatian serius Pemkot/Pemprov lebih progresif dalam melakukan pengendalian Anjal, dengan cara program humanis dan edukatif.
Negara musti konsisten mendorong perangkat seperti Dinsos, Satpol PP dan pihak Kepolisian.
Hal lain secara eksternal diperlukan, Pemerintah seyogyanya terintegrasi dan transparan melibatkan lembaga-lembaga hukum, lembaga sosial dan lingkungan melakukan advokasi dan perlindungan terhadap mereka kaum miskin kota, ibu dan anak.
Mengapa elemen-elemn civil society itu penting dilibatkan?
Agar program-program Pemkot/Pemprov tidak kering dalam pemberdayaan masyarakat (sipil) miskin kota dan kaum urban.
Saat lembaga-lembaga Non Goverment of Organisatioan (NGO) dilibatkan serius dalam penangan kaum miskin kota, maka mengorganisir mengelola kelompok itu musti diperjelas dalam konteks apa?
Sehingga penafsiran kepentingan politik, sosial, budaya, hukum, agama atau bahkan tekanan kepentingan ketertiban umum menjadi terang dengan berpijak pada Perda yang ada. (*)