Ruang Pubik LSKP
Ruang Publik LSKP #6: Perempuan Butuh Regulasi Spesifik Serta Implementasi Kebijakan & Meda Efektif
semua perlu melakukan intervensi kepada masyarakat untuk menghapus kekerasan berbasis gender dan memberikan edukasi apa yang harus mereka lakukan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) didukung Women’s Democracy Network dan International Republican Institute (IRI) dan kerjasama dengan Kaukus Perempuan Sulawesi Selatan serta Kaukus Perempuan Politik Sulawesi Selatan melaksanakan Ruang Publik.
Hadir lagi. Ruang Publik LSKP edisi #6 menampilkan 3 narasumber utama.
Mereka adalah anggota DPRD Sulsel Rismawati Kadir Nyampa ST, Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Chusnul Mariyah PhD, Direktur LBH APIK Sulsel/Advokat Rosmiati Sain.
Digelar pada Jumat, 20 Agutus 2021, sore hingga petang.

Sama seperti Ruang Publik LSKP sebelumnya, Ruang Publik LSKP #6 dipandu Luna Vidya dan dilaksanakan secara virtual.
Temanya, “Tantangan Penerapan Regulasi Melawan Kekerasan Berbasis Gender”.
Pesertanya berbagai komunitas kepemudaan, sosial, Pendidikan, dan tokoh publik.
Baca juga: Ruang Publik LSKP #5, Agar Legislator Perempuan Tidak Lagi Sekadar Kumpulan Politisi di Parlemen
Baca juga: Data LSKP, Kekerasan Perempuan dan Anak Capai 1.996 Kasus di Sulsel Sepanjang 2020
Baca juga: Diskusi LSKP, Luna Vidya: Jadilah Seperti yang Kamu Mau,Jangan Berkutan Gender Terjerat Diskriminasi
Baca juga: Ruang Publik LSKP Bahas Anggaran Publik Responsif Gender,Andi Suhada Sappaile: Bukan Hanya Perempuan
Dialog Ruang Publik LSKP #6 diawali pengenalan Ruang Publik oleh Luna Vidya selaku moderator, dilanjutkan perkenalakan narasumber.
Pandangan awal mengenai tantangan penerapan regulasi melawan kekerasan berbasis gender dipaparkan Rismawati Kadir Nyampa.
“Kita selalu memperjuangkan keterwakilan perempuan, khususnya masalah yang berkaitan dengan gender, sementara ini kami sedang memperjuangkan untuk DPR segera mengsahkan kebijakan KPS," jelas Rismawati Kadir Nyampa.
Memang, lanjut ,” jelas Rismawati Kadir Nyampa, masih ada tantangan yang kita hadapi, seperti budaya patriarki, yang dimana masih banyak perempuan merasa takut dan malu melaporkan kekerasan yang mereka hadapi.
"Maka dari itu kita perlu saling bergandengan tangan untuk memaksimalkan implementasi kebijakan kekerasan berbasis gender," ujar ,” jelas Rismawati Kadir Nyampa.
Sebagai akademisi dan fokus meneliti pada isu perempuan politik, Chusnul Mariyah memberikan pandangan terkait diskriminasi gender.
“Dalam menanggapi diskiriminasi gender, diperlukan bagaimana para wakil perempuan bukan hanya sebagai penyampai pesan, tetapi pemberi ide, sebagai tempat dimana para perempuan mengartikulasikan kepentingannya menjadi tinjauan formulasi kebijakan untuk memikirkan isu spesifik gender,” kata Chusnul Mariyah.
Isu spesifik gender dimaksud Chusnul Mariyah, seperti hak reproduksi, melahirkan, menyusui, cuti bekerja pada perempuan.