Pengungsi Rohingya
Kisah Nur Alam, Pengungsi Rohingya 7 Tahun Menanti Kini Resettlement ke AS, 27 Keluarga Jadi Korban
Nur Alam sekeluarga "transit" di Kota Makassar selama tujuh tahun, kini mengikuti program Resettlement (pemukiman kembali) ke negara Amerika Serikat.
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Setelah menjalani masa penantian selama tujuh tahun, satu keluarga pengungsi Etnis Rohingya asal Myanmar mendapatkan kejelasan tempat tinggal baru.
Nur Alam sekeluarga "transit" di Kota Makassar selama tujuh tahun, kini mengikuti program Resettlement (pemukiman kembali) ke negara Amerika Serikat.
• Diawasi Rudenim Makassar, 7 Pengungsi Afganistan, Pakistan, Myanmar Pindah Akomodasi, Ini Alasannya?
• Bakal Dideportasi, 3 WNA China Dijemput dari Rudenim Makassar ke Kantor Imigrasi, Begini Prosesnya?
Cuaca panas Kota Makassar yang lumayan terik tak menyurutkan semangat Mohammad Islam bin Nur Alam.
Sesekali terlihat ia menyeka keringat karena harus mendorong trolly yang dipenuhi koper menuju antrian check in Bandara Sultan Hasanuddin (18/8/2020).
Penantian pria 43 tahun ini selama tujuh tahun alhasil terbayar lunas.

Proses Resettlement yang menjadi impian semua pengungsi akhirnya didapatkannya.
Bersama isteri dan tiga orang anaknya Nur Alam akhirnya diterima menjadi warga negara Paman Sam.
"Kami bersyukur, semoga nantinya kehidupan kami jauh lebih baik setelah di Amerika Serikat," ucapnya penuh haru dikutip dari rilis Rudenim Makassar, Selasa (18/8/2020).
• Demi Service Excellent & Communication Skill, Rudenim Makassar Undang Bank Mandiri Latih Pegawai
• Warga Negara Asing di Rudenim Makassar Bisa Lending, Jangan Salah Dulu, Maksudnya Lepas Rindu Daring
Nur Alam adalah salah satu pengungsi Myanmar etnis Rohingya yang selamat dari kerusuhan etnis di negaranya.
Sejak tahun 1994 Nur Alam telah mengungsi keluar negaranya. Negara pertama jadi pengungsian adalah di Malaysia.
Namun perasaan bersalah karena tak bisa berbuat apa-apa tak bisa ia sembunyikan.

Sambil menyeka matanya yang sembab ia menceritakan pedihnya mengetahui 27 orang keluarganya meninggal karena kerusuhan di negaranya.
Saat ini tersisa hanya kakak dan adik kandungnya di Myanmar, itupun mereka hanya berkomunikasi melalui telpon.
Karena situasi Myanmar yang masih mencekam khususnya untuk etnis Rohingya.
Program Resettlement