Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI PAKAR

Mundur dari PSBB Berarti Kalah dalam Peperangan

Kendali Covid-19 tidak boleh diserahkan kepada masyarakat, sangat berisiko.

Editor: Jumadi Mappanganro
Dokumen Sukri Palutturi
Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD (Guru Besar FKM Universitas Hasanuddin dan Ketua PERSAKMI Wilayah IV: Sulawesi, Maluku, Papua dan Kalimantan) 

Oleh: Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD
Guru Besar FKM Universitas Hasanuddin dan Ketua Persakmi Wilayah IV: Sulawesi, Maluku, Papua dan Kalimantan

Tidak memperpanjang Pemberlakuan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi Covid-19 yang terus meningkat dalam jumlah kasus dan kematian, ibarat perang, artinya kalah dalam melawan Covid-19.

Bagaimana mungkin sebuah pemerintahan kabupaten/kota yang menerapkan PSBB hanya dalam 1-2 x 14 hari, kemudian tidak melanjutkan kebijakan PSBB tersebut.

Sementara kasus Covid-19 sedang berkecamuknya.

Per 23 Mei 2020, jumlah kasus di Kota Makassar sudah mencapai 1.135 kasus dengan kematian yang juga terus bertambah.

Makassar menjadi epicentrum penularan Covid-19 di Sulawesi Selatan, bahkan di Indonesia.

Goodbye PSBB dan Turbulensi Normal Life

Pj Wali Kota Makassar: PSBB Tak Diperpanjang Diganti Perwali Baru

Lalu dengan kondisi seperti ini, masyarakat dibiarkan lepas dan dipersilahkan bertindak sendiri-sendiri di tengah terkaman singa dan harimau yang sangat ganas ini.

Gerakan lockdown atau apapun istilahnya adalah bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi lebih 200 negara di dunia menerapkan itu.

Kebijakan ini dipandang sangat efektif dalam memutus mata rantai penularan Covid-19.

Protokol Covid-19 tentang stay at home, gunakan masker dengan benar, cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer, jaga jarak fisik dan sosial adalah gerakan dunia.

Gerakan global dan ini hanya dapat diwujudkan secara efektif melalui PSBB yang konsisten tersebut.

Lebih lanjut, pertimbangan pemerintah, pasti tentu ada yang mendasari.

Penulis melihatnya lebih pada tekanan ekonomi baik oleh para pengusaha yang mempengaruhi penguasa maupun tekanan dari masyarakat itu sendiri.

Dari sisi pengusaha, mereka hanya memandang dari sisi profit saja dan kesinambungan bisnis mereka. Tidak ada urusan dengan Covid-19.

Mal-mal atau toko-toko dapat dibuka dan bersedia menandatangani atau menerapkan protokol Covid-19.

Tetapi faktanya tidak, sangat sulit diterapkan protokol Covid-19 pada masyarakat yang cukup padat penduduk seperti Makassar, Surabaya, dan Jakarta dan beberapa kota besar lainnya.

Pemkot Makassar Terbitkan Perwali Baru Pengganti PSBB, Ini 3 Sanksi Jika Langgar Protokol Covid-19

Ahli Epidemiologi Unhas Sebut PSBB Tahap I dan II Makassar Gagal Tekan Laju Covid-19

Mereka menggunakan masker, cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau hand sanitizer, periksa suhu tubuh melalui thermal scanner sebelum masuk ke gedung toko atau mal.

Hanya itu yang bisa dilakukan, tetapi physical distancing dan social distancing sudah tidak ada lagi, baik oleh masyarakat umum maupun dengan penjual sendiri.

Padahal physical distancing dan social distancing ini adalah prinsip dari protokol Covid-19.

Dari sisi masyarakat, meningkatnya tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Mestinya masyarakat juga harus menahan diri untuk tidak melakukan pembelian ke mal-mal atau toko pada sesuatu yang tidak mendesak, yang bukan merupakan kebutuhan pokok.

Masyarakat mestinya harus mampu membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan.

Yang disebut kebutuhan pokok adalah bahwa seseorang akan mengalami kesakitan dan kelaparan kalau tidak melakukan pekerjaan itu.

Misalnya ke pasar tradisional dan sebagainya. Ini adalah dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar.

Masyarakat memiliki tanggung jawab besar bahkan menjadi front line dalam mencegah dan mengendalikan Covid-19 tersebut.

Ignorance terhadap prinsip itu maka yang terjadi adalah risiko penularan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Prinsip demokrasi pun terjadi dalam pandemi penularan Covid-19.

Selanjutnya, pemerintah pada sisi lain juga tidak sanggup membantu melalui jaring pengaman sosial kepada masyarakat miskin dan orang-orang yang terkena dampak dari Covid-19 tersebut.

Pemerintah mestinya menggugah tanggung jawab swasta dalam membantu masyarakat di tengah pandemi ini.

Tidak hanya karena kepentingan ekonomi semata lalu mengorbankan masyarakat banyak dalam bentuk penularan dan kematian.

Kendali Covid-19 tidak boleh diserahkan kepada masyarakat, sangat berisiko.

Karena itu PSBB diharapkan tetap berlanjut dengan harapan dan mencegah dan memutus mata rantai penularan Covid-19 yang lebih luas. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved